Sejarah DPR mulai jaman penjajahan s.d. KNIP
- Volksraad
- Masa perjuangan Kemerdekaan
- Dibentuknya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
Secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pada masa penjajahan Belanda, terdapat lembaga semacam parlemen bentukan
Penjajah Belanda yang dinamakan Volksraad.Pada tanggal 8 Maret 1942
Belanda mengakhiri masa penjajahan selama 350 tahun di
Indonesia.Pergantian penjajahan dari Belanda kepada Jepang mengakibatkan
keberadaan Volksraad secara otomatis tidak diakui lagi, dan bangsa
Indonesia memasuki masa perjuangan Kemerdekaan.
Sejarah DPR RI dimulai sejak dibentuknya Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) oleh Presiden pada tanggal 29 Agustus 1945 (12 hari setelah
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia) di Gedung Kesenian, Pasar
Baru Jakarta. Tanggal peresmian KNIP (29 Agustus 1945) dijadikan sebagai
TANGGAL dan HARI LAHIR DPR RI. Dalam Sidang KNIP yang pertama telah
menyusun pimpinan sebagai berikut:
Ketua Mr. Kasman Singodimedjo Wakil Ketua I Mr. Sutardjo Kartohadikusumo
Wakil Ketua II Mr. J. Latuharhary Wakil Ketua III Adam Malik
Periode Volksraad (Jaman Penjajahan Belanda)
Pasal 53 sampai dengan Pasal 80 Bagian Kedua Indische Staatsregeling,
wet op de Staatsinrichting van Nederlandsh-Indie (Indische
Staatsrgeling) yang ditetapkan pada tanggal 16 Desember 1916 serta
diumumkan dalam Staatsblat Hindia No. 114 Tahun 1916 dan berlaku pada
tangal 1 Agustus 1917 memuat hal-hal yang berkenaan dengan kekuasaan
legislatif, yaitu Volksraad (Dewan Rakyat).
Berdasarkan konstitusi Indische Staatsrgeling buatan Belanda itulah,
pada tanggal 18 Mei 1918 Gubernur Jenderal Graaf van Limburg Stirum atas
nama pemerintah penjajah Belanda membentuk dan melantik Volksraad
(Dewan Rakyat).
Keanggotaan Volksraad:
Tahun 1918:
Ketua 1 orang (diangkat oleh Raja) Anggota 38 orang (20 orang dari golongan Bumi Putra)
Tahun 1927:
Ketua 1 orang (diangkat oleh Raja) Anggota 55 orang (25 orang dari golongan Bumi Putra)
Tahun 1930:
Ketua 1 orang (diangkat oleh Raja) Anggota 60 orang (30 orang dari golongan Bumi Putra)
Volksraad mempunyai hak yang tidak sama dengan parlemen, karena
volksraad tidak mempunyai hak angket dan hak menentukan anggaran belanja
negara.
Kaum Nasionalis moderat antara lain Hohammad Husni Thamrin, dll.
menggunakan Volksraad sebagai jalan untuk mencapai cita-cita Indonesia
Merdeka memalui jalan Parlemen. Usul-usul anggota seperti Petisi
Sutardjo Tahun 1935 yang berisi "permohonan kepada Pemerintah Belanda
agar diadakan pembicaraan bersama antara Indonesia dan Berlanda dalam
suatu perundingan mengenai nasib Indonesia di masa yang akan datang",
atau Gerakan Indonesia Berparlemen dari Gabungan Politik Indonesia yang
berisi keinginan adanya parlemen yang sesungguhnya sebagai suatu tahap
untuk menuju Indonesia Merdeka, ternyata ditolak pemerintah Hindia
Belanda.
Pada Awal perang Dunia II Anggota-anggota Volksraad mengusulkan
dibentuknya milisi pribumi untuk membantu Pemerintah menghadapi musuh
dari luar, usul ini juga ditolak. Tanggal 8 Desember 1941 Jepang
melancarkan serangan ke Asia.
Tanggal 11 Januari 1942 Tentara Jepang pertama kali menginjak bumi
Indonesia yaitu mendarat di Tarakan (kalimantan Timur). Hindia Belanda
tidak mampu melawan dan menyerah kepada Jepang pada tanggal 8 Maret
1942, dan Belanda mengakhiri masa penjajahan selama 350 tahun di
Indonesia. Pergantian penjajahan dari Belanda kepada Jepang
mengakibatkan keberadaan Volksraad secara otomatis tidak diakui lagi.
Jaman Kemerdekaan
Rakyat Indonesia pada awalnya gembira menyambut tentara Dai Nippon
(Jepang), yang dianggap sebagai saudara tua yang membebaskan Indonesia
dari belenggu penjajahan. Namun pemerintah militer Jepang tidak berbeda
dengan pemerintahan Hindia Belanda.
Semua kegiatan politik dilarang. Pemimpin-pemimpin yang bersedia
bekerjasama, berusaha menggunakan gerakan rakyat bentukan Jepang,
seperti Tiga-A (Nippon cahaya Asia, Pelindung Asia, dan Pemimpin Asia)
atau PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), untuk membangunkan rakyat dan
menanamkan cita-cita kemerdekaan dibalik punggung pemerintah militer
Jepang.
Tahun 1943, dibentuk Tjuo Sangi-in, sebuah badan perwakilan yang hanya
bertugas menjawab pertanyaan Saiko Sikikan, penguasa militer tertinggi,
mengenai hal-hal yang menyangkut usaha memenangkan perang Asia Timur
Raya. Jelas bahwa Tjuo Sangi-in bukan Badan Perwakilan apalagi Parlemen
yang mewakili bangsa Indonesia.
Tanggal 14 Agustus 1945 Jepang dibom atom oleh "Serikat" dan Uni Soviet
menyatakan perang terhadap Jepang. Dengan demikian Jepang akan kalah
dalam waktu singkat, sehingga Proklamasi harus segera dilaksanakan.
Tanggal 16 Agustus 1945, tokoh-tokoh pemuda bersepakat menjauhkan
Sukarno-Hatta ke luar kota (Rengasdengklok Krawang) dengan tujuan
menjauhkan dari pengaruh Jepang yang berkedok menjanjikan kemerdekaan,
dan didesak Sukarno-Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia.
Setelah berunding selama satu malam di rumah Laksamana Maeda,maka pada
tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta atas nama Bangsa Indonesia
membacakan Proklamasi Kemerdekaan di halaman rumahnya Pengangsaan Timur
56, Jakarta.
Periode KNIP (29 Agustus 1945 s/d Pebruari 1950)
Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia menetapkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang
kita kenal sebagai Undang-undang Dasar 1945. Maka mulai saat ini,
penyelenggara negara didasarkan pada ketentuan-ketentuan menurut
Undang-undang Dasar 1945.
Sesuai dengan ketentuan dalam Aturan Peralihan, tanggal 29 Agustus 1945,
dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP beranggotakan 137
orang. Komite Nasional Pusat ini diakui sebagai cikal bakal badan
Legislatif di Indonesia, dan tanggal pembentukan KNIP yaitu 29 Agustus
1945 diresmikan sebagai hari jadi DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA.
Pimpinan KNIP:
Ketua Mr. Kasman Singodimedjo Wakil Ketua I Mr. Sutardjo Kartohadikusumo
Wakil Ketua II Mr. J. Latuharhary Wakil Ketua III Adam Malik
Tanggal 10 Nopember 1945 terjadi pertempuran di Surabaya yang
menimbulkan banyak korban di pihak bangsa Indonesia. Sehubungan dengan
itu KNIP dalam Sidang Pleno ke-3 tanggal 27 Nopember 1945 mengeluarkan
resolusi yang menyatakan protes yang sekeras-kerasnya kepada Pucuk
Pimpinan Tentara Inggris di Indonesia atas penyerangan Angkatan Laut,
Darat dan Udara atas rakyat dan daerah-daerah Indonesia.
KNIP telah mengadakan sidang di Kota Solo pada tahun 1946, di Malang pada tahun 1947, dan Yogyakarta tahun 1949.
Perjuangan mempertahankan kemerdekaan dilaksanakan serentak di
medan-perang dan di meja perundingan. Dinamika revolusi ini juga
dicerminkan dalam sidang-sidang KNIP, antara pendukung pemerintah dan
golongan keras yang menentang perundingan.
Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda telah dua kali menandatangani
perjanjian, yaitu Linggarjati dan Renville. Tetapi semua persetujuan itu
dilanggar oleh Belanda, dengan melancarkan agresi militer ke daerah
Republik.
Periode DPR
1. Komite Nasional Indonesia Pusat 29Aug 1945 - 15 Feb 1950
2. DPR dan Senat RIS 15 Feb 1950 - 16 Aug 1950
3. DPRS 16 Aug 1950 - 26 Mar 1956
4. DPR hasil Pemilu I 26 Mar 1956 - 22 Jul 1959
5. DPR setelah Dekrit Presiden 22 Jul 1959 - 26 Jun 1960
6. DPR GR 26 Jun 1960 - 15 Nov 1965
7. DPR GR minus PKI 15 Nov 1965 - 19 Nov 1966
8. DPR GR Orde Baru 19 Nov 1966 - 28 Oct 1971
9. DPR hasil pemilu 2 28 Oct 1971 - 01 Oct 1977
10. DPR hasil pemilu 3 01 Oct 1977 - 01 Oct 1982
11. DPR hasil pemilu 4 01 Oct 1982 - 01 Oct 1987
12. DPR hasil pemilu 5 01 Oct 1987 - 01 Oct 1992
13. DPR hasil pemilu 6 01 Oct 1992 - 01 Oct 1997
14. DPR hasil pemilu7 01 Oct 1997 - 01 Oct 1999
15. DPR hasil pemilu 8 01 Oct 1999 - 01 Oct 2004
16. DPR hasil pemilu 9 01 Oct 2004 - 01 Oct 2009
17. DPR hasil pemilu 10 01 Oct 2009 - 01 Oct 2014