Model alam semesta setelah ledakan besar. Kredit : NASA/WMAP Science Team
Jarak galaksi dapat ditentukan dari
ukuran yang tampak atau kecerlangannya. Galaksi yang tampak lebih kecil dan
lebih redup dari galaksi lain yang serupa, berarti berjarak lebih jauh. Jarak
juga bisa ditentukan menggunakan penanda jarak yang lain, seperti beberapa
jenis bintang. Selain jarak, laju galaksi bergerak bisa dtentukan dengan
pengetahuan spektrum-nya. (Spektrum cahaya dari galaksi adalah apabila kita
memecah cahaya menjadi komponen warna-nya seperti pelangi). Dengan pengetahuan
spektrum cahaya bisa memberikan identitas obyek apa yang diamati, maupun
bagaimana obyek diamati bergerak, karena setiap spektrum obyek yang berbeda
memberikan pola yang unik.
Christian Doppler di tahun 1842
menunjukkan bahwa ketika sumber cahaya bergerak, gerakan tersebut menyebabkan
mengubah gelombang, mengubah warna yang dilihat pada spektrum. Efek ini dikenal
sebagai efek Doppler. Pengetahuan tentang efek Doppler ini memberitahu kita
apakah suatu sumber cahaya mendekati atau menjauhi kita. Dari sini kita bisa
mengetahui bagaimana benda-benda langit bergerak terhadap kita sebagai pengamat
di Bumi, dan berapa cepat pergerakannya.
Di tahun 1920-an, Edwin Hubble menemukan
bahwa galaksi – galaksi bergerak terhadap kita dengan pola tertentu. Semakin
jauh galaksi dari kita, semakin cepat pergerakannya. Pola ini yang dikenal
sebagai “alam semesta mengembang”, karena pola perilaku ini terlihat pada semua
arah di langit. Jadi bisa saja dianggap bahwa semua galaksi bergerak menjauhi
galaksi Bima Sakti, tetapi tidak bisa dikatakan begitu saja bahwa Bima Sakti
sebagai pusat semesta, karena pola yang sama bisa saja teramati oleh pengamat
yang berada di galaksi yang lain. Jadi tidak serta merta disimpulkan dari
pekerjaan Hubble bahwa kita berada pada pusat semesta atau kita berada pada
posisi yang istimewa dalam semesta.
Kembali pada pengukuran pergeseran
cahaya yang teramati, ahli astronomi mencoba mengukur berapa lama pengembangan
telah terjadi. Jika diasumsikan bahwa semua galaksi berangkat dari titik awal
yang sama, maka bisa dideduksi, berapa jauh yang telah ditempuh suatu galaksi
dan berapa kecepatan tempuhnya, kemudian membagi jarak terhadap laju. Dengan
menambahkan faktor – faktor fisis yang realistis seperti adanya pengaruh
gravitasi, atau adanya inflasi alam semesta, umur semesta diperoleh antara 12
sampai 14 milyar tahun.
Umur Bintang Paling Tua
Bagaimana bintang bisa menyala? Bagaimana menentukan umurnya? Berapa lama bintang dapat menyala? Bintang (termasuk Matahari) dapat bersinar karena adanya proses termonuklir di dalamnya, yang berfungsi sebagai generator pembangkit energi, akibat perubahan hidrogen menjadi helium; akibat panas dan tekanan yang sangat intens dalam inti bintang, inti hidrogen ber-fusi menjadi inti helium dan energi yang terpancarkan. Proses fisis ini bisa digunakan untuk mengukur umur bintang.
Bagaimana bintang bisa menyala? Bagaimana menentukan umurnya? Berapa lama bintang dapat menyala? Bintang (termasuk Matahari) dapat bersinar karena adanya proses termonuklir di dalamnya, yang berfungsi sebagai generator pembangkit energi, akibat perubahan hidrogen menjadi helium; akibat panas dan tekanan yang sangat intens dalam inti bintang, inti hidrogen ber-fusi menjadi inti helium dan energi yang terpancarkan. Proses fisis ini bisa digunakan untuk mengukur umur bintang.
Fisika nuklir bisa menjelaskan
berapa banyak energi yang dihasilkan dari fusi setiap atom hidrogen. Diketahui
berapa banyak hidrogen panas dalam inti bintang, dan berapa cepat bintang
menggunakan energinya untuk bersinar. Dengan demikian bisa dihitung berapa lama
bintang bersinar sebelum kehabisan seluruh bahan bakarnya. Jika bintang telah
kehabisan hidrogen di intinya, bintang berubah menjadi ‘raksasa merah’. Ketika
kita menemukan adanya bintang raksasa tersebut, bisa ditentukan massa awalnya,
tenaga awalnya, dan kala hidupnya dapat ditentukan. Demikian setelah diukur
berbagai bintang yang telah tua tersebut, diperoleh dari metode ini umur
semesta berkisar antara 10 – 15 milyar tahun.
Umur Cahaya Dari Galaksi Terjauh
Sebagaimana yang telah diungkap tentang jarak dalam ‘tahun cahaya’, pengamatan memberikan informasi tentang galaksi yang sangat jauh, sehingga yang cahaya dikirimkan oleh galaksi tersebut butuh milyaran tahun untuk mencapai pengamat. Dari hal tersebut, sepertinya kita sedang menggunakan mesin waktu, ketika kita mengamati langit, kita mengamati peristiwa yang telah terjadi di waktu yang telah berlalu. Pengamatan dari Hubble Space Telescope memberikan jarak terjauh galaksi yang teramati mencapai 10 milyar tahun cahaya, dengan demikian paling tidak semesta kita ini telah berumur 10 milyar tahun.
Sebagaimana yang telah diungkap tentang jarak dalam ‘tahun cahaya’, pengamatan memberikan informasi tentang galaksi yang sangat jauh, sehingga yang cahaya dikirimkan oleh galaksi tersebut butuh milyaran tahun untuk mencapai pengamat. Dari hal tersebut, sepertinya kita sedang menggunakan mesin waktu, ketika kita mengamati langit, kita mengamati peristiwa yang telah terjadi di waktu yang telah berlalu. Pengamatan dari Hubble Space Telescope memberikan jarak terjauh galaksi yang teramati mencapai 10 milyar tahun cahaya, dengan demikian paling tidak semesta kita ini telah berumur 10 milyar tahun.
Umur Komposisi Kimia
Setelah ledakan besar awal (big bang), semesta tersusun dari elemen – elemen paling sederhana, yaitu hidrogen dan helium. Galaksi yang sangat-sangat jauh merupakan bukti bahwa hal ini memang demikian adanya, karena memiliki komposisi hidrogen dan helium yang jauh lebih besar. Komposisi kimia yang lebih kompleks dari hidrogen dan helium terbentuk kemudian akibat reaksi nuklir dalam inti bintang, atau ketika bintang yang sangat masif berakhir nasibnya dalam ledakan besar (supernova). Di dalam supernova yang teramati, terdapat elemen kimia yang terbentuk setelah 10-20 milyar tahun.
Setelah ledakan besar awal (big bang), semesta tersusun dari elemen – elemen paling sederhana, yaitu hidrogen dan helium. Galaksi yang sangat-sangat jauh merupakan bukti bahwa hal ini memang demikian adanya, karena memiliki komposisi hidrogen dan helium yang jauh lebih besar. Komposisi kimia yang lebih kompleks dari hidrogen dan helium terbentuk kemudian akibat reaksi nuklir dalam inti bintang, atau ketika bintang yang sangat masif berakhir nasibnya dalam ledakan besar (supernova). Di dalam supernova yang teramati, terdapat elemen kimia yang terbentuk setelah 10-20 milyar tahun.
Paling tidak ada empat metode yang
saling independen dipergunakan untuk menentukan umur alam semesta, kendati
tidak tepat sama, tetapi paling tidak menunjukkan adanya kesesuaian, umur
semesta sudah lebih dari 10 milyar tahun. Dan semua astronom sependapat dan
berkeyakinan, bahwa semesta, semua galaksi, bintang-bintang benar-benar sudah
tua dan telah tercipta di suatu masa yang sangat lampau.