Sejak Thomas Alva Edison mendapat hak paten pada April 1879, lampu pijar
menjadi peranti wajib di rumah-rumah yang mengonsumsi tenaga listrik.
Namun seiring kepedulian masyarakat dunia terhadap pelestarian alam dan
penghematan energi, lampu pijar mulai terganti oleh lampu jenis lain,
seperti neon hingga LED.
Tak hanya ditinggalkan, lampu pijar pun
mulai dilarang secara bertahap di beberapa negara, termasuk negara asal
Edison sendiri, Amerika Serikat. Alasannya, apa lagi jika bukan
efisiensi energi.
Di AS sendiri, pelarangan ini dilakukan untuk
memaksa rakyat menggunakan lampu alternatif yang mampu menghemat
pemakaian listrik, seperti compact fluorescent lamp (CFL) dan lampu LED (light-emitting diode). Kendati demikian, pabrik-pabrik di AS masih bebas memproduksi lampu pijar jika produk mereka bisa hemat energi.
Brazil
dan Venezuela adalah dua negara pertama yang melarang penggunaan lampu
pijar di 2005. Dilanjutkan oleh Uni Eropa, Swiss, Australia yang
melakukan hal sama di 2009.
Beberapa negara yang melakukan
standarisasi energi berencana mengeluarkan larangan penggunaan lampu
pijar, seperti Argentina, Russia, dan Kanada (2012), serta Amerika
Serikat dan Malaysia (2014).
Menghasilkan Cahaya dan Panas Cahaya
lampu pijar dihasilkan lewat penyaluran arus listrik melalui filamen
yang memanas dan menghasilkan cahaya. Filamen harus berada dalam kaca
kedap udara yang menghalangi kontak filamen dengan udara luar—yang dapat
membuat filamen rusak akibat teroksidasi.
Energi listrik yang
diperlukan lampu pijar lebih besar dibandingkan dengan lampu jenis lain.
Hal ini yang membuat beberapa negara secara bertahap membatasi
penggunaan lampu pijar.
Di sisi lain, lampu pijar tidak hanya
digunakan untuk memeroleh cahaya. Beberapa pihak menggunakan lampu pijar
karena panas yang dihasilkan, seperti untuk pemanas kandang ayam,
penetas telur, atau pemanas inframerah dalam proses pemanasan di bidang
industri.
sumber