Menyusul banyaknya tindak kekerasan dan kriminal yang disiarkan lewat
media televisi, anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan seringkali
ikut menyaksikan berita. Kondisi psikologis anak-anak pada dasarnya
belum mampu memproses berita kekerasan sehingga membuat anak-anak lebih
rentan trauma.
"Orangtua harus membatasi penayangan berita yang
ditonton anak-anak, baik berupa berita cetak ataupun televisi. Anak-anak
sangat rentan dalam menghadapi kekerasan, cenderung menjadi takut,
cemas dan merasa tidak aman," kata Profesor Beverly Raphael PM, Ketua
Australian Child and Adolescent Trauma Loss and Grief Network seperti
dilansir Medical Daily, Kamis (26/7/2012).
Jika melihat
buah hati mulai menampakkan kecemasan, orangtua sebaiknya menenangkan
dengan cara menjamin bahwa anak-anak akan selalu dijaga dan dilindungi.
Profesor Raphael merujuk pada insiden penembakan di Colorado, Amerika
Serikat yang menewaskan 12 orang baru-baru ini. Peristiwa ini sangat
mengguncang banyak keluarga di AS karena terjadi di bioskop umum.
Raphael
menegaskan bahwa tayangan kekerasan dapat memicu dunia fantasi
anak-anak, begitu juga dengan berita pembunuhan. Insiden seperti itu
dapat membekas dalam ingatan sehingga memicu trauma. Selain itu,
menyaksikan kekerasan juga akan mengingatkan pengalaman yang pernah
dialami sebelumnya dan memicu trauma.
Sebuah penelitian yang
dilakukan di Australia menemukan bahwa anak-anak yang menyaksikan
tayangan kekerasan atau bermain video kekerasan akan melakukan aksi
serupa. Menyaksikan tindak kekerasan akan memicu perilaku agresif pada
anak muda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang
bermain video game kekerasan lebih tinggi kemungkinannya melakukan
tindak kekerasan setelah memainkan video game. Hasil scan otak MRI
terhadap anak yang menyaksikan tayangan kekerasan di televisi atau game
menunjukkan reaksi serupa ketika anak melihat kekerasan di dunia nyata.
"Ada
beberapa dampak penting dari tayangan kekerasan terhadap anak-anak yang
ditunjukkan dalam penelitian, yaitu meningkatkan kemungkinan perilaku
agresif, berkurangnya sensitifitas akan tindak kekerasan dan menganggap
dunia sebagai tempat yang menakutkan dibandingkan kenyataan sebenarnya,"
kata peneliti, Dr Wayne Warburton.
Dr Warburton menjelaskan
bahwa otak anak tidak pandai membedakan antara media dan situasi di
kehidupan nyata. Efek dari menyaksikan tayangan kekerasan ini ditemukan
sama saja dari semua media, baik televisi, film, video game maupun
musik.
sumber