Jumat, 03 Agustus 2012

Inilah Makanan Yang Akan Kita Makan 20 tahun lagi

Harga makanan yang tinggi dan meningkatnya populasi berarti kita harus memikirkan kembali apa yang kita makan, kata seorang ahli makanan masa depan. Jadi apa yang akan kita makan 20 tahun lagi?

Memang tidak langsung jelas apa yang menghubungkan Nasa, harga daging dan gelang kuningan, tetapi ketiganya memainkan peran dalam membentuk apa yang akan kita makan di masa depan dan bagaimana kita menyantapnya.

Harga makanan yang semakin mahal, populasi penduduk dan keprihatinan lingkungan hanya beberapa isu yang membuat organisasi-organisasi seperti PBB dan pemerintah khawatir mengenai bagaimana kita akan memberi makan diri kita di masa depan.

Di Inggris, harga daging diantisipasi akan berdampak besar pada pola makan kita. Beberapa pihak di industri makanan memperkirakan harga daging akan naik lima hingga tujuh tahun lagi, sehingga daging akan menjadi barang mewah.

"Di Barat, banyak orang yang dibesarkan dengan daging murah dan dalam jumlah banyak," kata ahli makanan masa depan Morgaine Gaye.

"Kenaikan harga berarti kita akan mulai melihat kembalinya daging sebagai makanan mewah. Akibatnya kita mencari cara baru untuk menggantikan daging."

Jadi apa penggantinya dan bagaimana kita menyantapnya?

Serangga
Serangga, atau akan dikenal dengan hewan ternak mini, akan menjadi salah satu makanan pokok kita, kata Gaye.

Serangga memberikan nilai nutrisi yang sama dengan daging dan merupakan sumber protein. Selain itu serangga juga murah, mengandung lebih sedikit air dan tidak memiliki banyak jejak karbon. Selain itu manusia bisa memilih dari 1.400 spesis serangga yang ada di dunia, demikian hasil penelitian Universitas Wageningen di Belanda.

Serangga itu akan diolah menjadi burger dan sosis serangga.

"Jangkrik dan belalang akan dihaluskan dan digunakan sebagai komponen dalam makanan seperti burger."

Pemerintah Belanda menginvestasikan banyak uang untuk mensosialisasikan serangga ke dalam pola makan utama. Belum lama ini Belanda menanamkan modal satu juta euro untuk penelitian dan mempersiapkan undang-undang yang mengatur peternakan serangga.

Makanan berteknologi sonar
bell
Bunyi-bunyian dari kuningan membuat makanan terasa lebih pahit Bunyi-bunyian ternyata berdampak pada rasa makanan, seperti hasil penelitian Universitas Oxford di Inggris.

Suara dan makanan telah lama menjadi eksperimen chef Heston Blumenthal. Restoran Fat Duck nya memiliki menu bernama Suara dari Laut yang dihidangkan dengan iPod memainkan suara-suara di tepi pantai. Suara itu dilaporkan membuat makanan terasa lebih segar.

Tetapi kini ilmuan berusaha menggunakan musik untuk menghilangkan bahan-bahan yang tidak sehat dari makanan tanpa disadari oleh konsumen.

"Kami tahu frekuensi apa yang membuat makanan terasa lebih manis," kata Russel Jones dari perusahaan riset Condiment Junkie yang meneliti efek suara pada makanan.

Perusahaan-perusahaan kini mulai menggunakan hubungan antara makanan dengan bunyi pembungkus. Semakin garing bunyi pembungkusnya, konsumen akan merasa makanan itu lebih segar.

Daging yang dikembangkan di laboratorium
Awal tahun ini, ilmuan Belanda sukses memproduksi daging tabung, atau dikenal juga dengan daging buatan. Mereka menumbuhkan jaringan otot menggunakan sel punca dari sapi, yang konon mirip dengan cumi goreng tepung. Mereka berharap menciptakan "burger tabung" pertama akhir tahun ini.

Riset pertama daging tabung ini dibiayai oleh Nasa, kata ilmuan sosial Dr neil Stephens, yang berbasis di pusat riset Cesagen ESRC Universitas Cardiff. Mereka meneliti daging tabung untuk mengetahui jika daging itu bisa dimakan oleh astronot di luar angkasa.

Sepuluh tahun kemudian, ilmuan kini mempromosikan daging itu sebagai sumber protein hewani yang lebih efisien dan lebih ramah lingkungan.

Ganggang
Meski ganggang berada di dasar rantai makanan tapi ganggang dapat menjadi solusi masalah pangan di dunia.

Manusia dan hewan dapat mengkonsumsinya dan dapat ditanam di laut, bonus besar dengan semakin minimnya tanah serta air tanah untuk merawatnya. Ilmuan juga mengatakan bahan bakar bio dari ganggang dapat membantu mengurangi kebutuhan bahan bakar fosil.

Ganggang sudah lama menjadi makanan di Asia termasuk Jepang yang sudah memiliki banyak usaha pertanian ganggang.

Seperti juga serangga, ganggang juga dapat dimasukkan ke dalam makanan kita dalam bentuk bulir granula, granula itu kemudian dicampur dalam sosis bahkan keju.