Senin, 30 Juli 2012

Masjid Istiqlal Dirancang Arsitek Kristen

BETAPA sedih seandainya Bung Karno, Presiden pertama RI, masih hidup,
menyaksikan beberapa ruangan di lantai bawah Masjid Istiqlal yang hancur
karena terkena bom. Betapa tidak? Sebab Bung Karno-lah yang memberikan
nama masjid kebanggaan umat Islam Indonesia itu. Istiqlal artinya adalah
merdeka. Tentu ini juga dimaksudkan sebagai lambang kemerdekaan. Rasa
bangga dan cintanya umat Islam Indonesia terhadap tempat suci ni,
ditunjukkan dari berbagai penjuru Tanah Air dengan selalu mengunjungi
masjid yang letaknya tidak jauh dari Istana Negara tersebut.

Masjid, di dalam sejarah Islam, bukan saja digunakan untuk kepentingan
ibadah seperti salat, itikaf, zikir, dan lain-lain, namun juga
dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Demikian juga untuk Istiqlal.

Di lantai dasar masjid tersebut digunakan puluhan organisasi yang
mengurusi berbagai kepentingan masyarakat. Di tempat itu ada kantor MUI
(Masjid Ulama Indonesia), BP-4 (Badan Penyelesaian Perselesihan
Perkimpoian Pusat), HSBI (Himpunan Seni Budaya Islam), DMI (Dewan Masjid
Indonesia), BKRMI (Badan Koordinasi Remaja Masjid Indonesia), dan
lain-lain.

Di situ pula, selain digunakan untuk peringatan hari-hari besar Islam
yang selalu dihadiri Presiden dan Wakil Presiden RI beserta anggota
kabinetnya dan para duta besar negara sahabat, sering diadakan kegiatan
yang sifatnya nasional. Sebut saja misalnya Festival Istiqlal tahun 1990
yang cukup spektakuler dengan menghadirkan berbagai acara yang cukup
menarik. Seminar-seminar kebudayaan dan keagamaan Islam juga selalu
digelar di lokasi masjid tersebut.
Keindahan arsitekturnya juga mengundang kekaguman tamu-tamu dari negara
asing. Misalnya, Presiden Amerika Serikat Bill Clinton ketika berkunjung
ke Indonesia juga menyempatkan diri berkunjung dan masuk ke masjid
tersebut dengan diantar oleh Menteri Agama (waktu itu) Tarmizi Taher.
Petinju legendaris Mohamad Ali juga pernah salat jumat di tempat suci ini.

Lambang Kemerdekaan

Menengok ke belakang sejarah pembangunan tempat ibadah tersebut, juga
terdapat kisah yang tidak kalah menariknya. Seperti yang ditulis dalam
Ensiklopedi Nasional Indonesia (hak cipta 1988 PT Cipta Adi Pustka)
disebutkan, Masjid Istiqlal merupakan masjid terbesar di Indonesia.
Bangunan ini terletak di Taman Wijayakusuma, Jakarta Pusat. Istiqlal
berarti kemerdekaan.

Nama itu diberikan oleh Presiden pertama Soekarno. Taman Wijayakusuma
dikenal sebagai lambang Pemerintah Hindia Belanda. Untuk menghapus
lambang pemerintahan Belanda, didirikanlah masjid di tempat itu sebagai
lambang kemerdekaan Republik Indonesia.
Rancang bangunan masjid yang berkapasitas 100.000 orang ini
disayembarakan pada tahun 1954 dan dimenangkan oleh seorang kelahiran
Tapanuli, Sumatera, yang kebetulan pemeluk Kristen, arsitek Frederik
Silaban.

Menurut Silaban, seperti diungkap dalam buku itu, seorang arsitek harus
tidak terikat oleh agama atau kesukuannya dan harus dapat melakukan
pekerjaan sesuai dengan ilmu yang dimilikinya
. Menurutnya, perencanaan
masjid ini seratus persen asli, tidak meniru masjid mana pun, kecuali
memenuhi persyaratan-persyaratan sayembara.
Pembangunannya dimulai dengan pemancangan tiang pertama pada tahun 1961.
Pada tahun 1977 konstruksi beton bertulang dan bangunan gedung utamanya
telah selesai. Sejak saat itu, meskipun sarana pelengkap lainnya belum
selesai dibangun, masjid ini sudah dapat dipakai untuk beribadat.

Masjid raksasa ini dibangun di atas tanah seluas 12 hektare. Bangunannya
seluas 7 hektare, terdiri atas bangunan induk bertingkat lima, gedung
pendahuluan, dan selasar penghubung, teras raksasa, emper keliling, dan
emper tengah, menara, jalan, dan tempat parkir, serta jembatan dan taman
air mancur. Luas lantainya mencakup 72.000 meter persegi dan luas atapnya
21.000 meter persegi.

Ukuran tinggi, panjang, dan lebar bangunan-bangunan di masjid itu: gedung
induk 60 meter, 110,5 meter, dan 110,5 meter, gedung pendahuluan 52
meter, 33 meter, dan 27 meter, teras raksasa dan emper keliling 11 meter,
165 meter, dan 125 meter, sedangkan tinggi menaranya 66 meter.
Kubah polihendron di gedung induk memiliki berat sekitar 86 ton dan
ditopang oleh 12 tiang utama berukuran garis tengah 2, 60 meter dengan
tinggi 26 meter. Kubahnya bergaris tengah 45 meter dan berbentuk setengah
bola. Tiap bagian kubahnya terdiri atas segi tiga yang berlainan,
sehingga setiap segi tiga memerlukan gambaran teknik tersendiri.
Perhitungan rancangan kubah ini dilakukan di Jerman dengan bantuan
komputer.

Sementara itu, arsitek Frederik Silaban, (1912-1984) merupakan arsitek
kelahiran Bonandolok, Tapanuli. Dia menamatkan HIS (sekolah teknik dasar
pada masa penjajahan Belanda) di Narumonda, Tapanuli, pada tahun 1927,
dan KWS (sekolah teknik) di Batavia pada tahun 1931.
Dengan bekal ijazah KWS, dia bekerja sebagai juru gambar bangunan pada
Gemeente (Kota Praja) Batavia. Di sini bakat arsitekturnya mendapat
kesempatan untuk berkembang. Berbagai jabatan di bidang arsitektur pernah
dipangkunya, dan berbagai kesempatan mengikuti sayembara tidak
dilewatkan. Tak kurang dari enam sayembara arsitektur telah
dimenangkannya, antara lain Masjid Istiqlal



sumber