Di
tengah suasana ekonomi yang tidak menentu saat ini dan semakin
tingginya ketergantungan para pelaku bisnis terhadap bank, mungkin akan
membuat kita berpikir berpikir ulang untuk mendengar tokoh pengusaha sukses yang tidak mau memakai fasilitas kredit bank.
Dialah Lim Swi Ling, seorang generasi
kedua yang meneruskan usaha pembuatan rokok kretek dari Pabrik Rokok
Liem Seeng Tee Soe. Sejak ia kecil ayahnya –Almarhum Liem Seeng Tee-
selalu mengatakan bahwa harta pusaka keluarga ini perlu dirawat dengan
baik. kaya “Soalnya sejarah telah membuktikan bahwa orang
kaya cina tidak bisa melalmpaui tiga generasi.” Kata Swie Ling menirukan
ayahnya. Raja Gula Oei Tiong Hang saja hanya bisa bertahan dua
generasi. (HM masih singkatan dari handelsmaatschapij; Sampoerna pun tetap dengan ejaan lama agar suku hurifnya berjumlah Sembilan. Penjumlahan angka
234 yang dianggap sebagai angka baik.) Bukan saja ia berhasil
melipatgandakan hasil Sampoerna , tapi juga mendirikan pabrik berikutnya
PT Panamas, yang menghasilkan rokok kretek merk Sampoerna A (A artinya
dari singkatan AGA Sampoerna..mungkin).
Lalu,apa kiatnya? Pertama
adalah sikapnya terhadap bank. Bagi Swie Ling, bank hanya untuk
menyimpan uang, bukan tempat meminjam uang. Ini tentulah bertentangan
dengan paham modern yang mengatakan bahwa orang kaya justru adalah yang
punya pinjaman dari bank. Kalau tidak salah, Liem Sioe Liong pun
mengatakan hal itu ketika diwawancarai Tempo. Begitu pula prinsip para industrialis barat.
“Prinsip yang sederhana,” kata Swie Ling. “Don’t go beyond your capacity (jangan
melebihi kapasitas anda). Kalau anda cari pinjaman di bank itu sama
saja menginginkan kebesaran, tapi tidak mempunyai kekuatan. Sama dengan
orang angkat besi tho? Kalau tidak kuat pasti ambruk. Jadi, angkatlah
sekuatnya dulu. Nanti kalu sudah mampu, tambahlah beban lagi, dan coba
lagi apakah masih kuat.”
Kepada
ketiga anaknya pun Swi Ling menanamkan konsep yang serupa. Salah seorang
anaknya ketika mereka tinggal di negeri Belanda pernah bertanya,
“seluruh dunia telah meminjam uang dari bank .Mengapa kita tidak?”
Anaknya itu meminjam uang dari bank.Tetapi, sialnya, ia mengalami
kesulitan.
“Bank memang bukan teman anda” kilah Swie Ling. Manajer bank
munkin adalah teman baik anda. Tetapi bila kita mengalami kesulitan ,
ia akan tega membiarkan anak isteri kita terlantar di kolong jembatan
karena rumah kita disita. Kepada anaknya itu ai lalu
berkata, “Biarlah saya jadi bankirmu. Saya pinjami uang yang kau
perlukan untuk usahamu. Sebagai ayah tidak akan bicara bunga . Sebagai
ayah , saya pun tidak akan membuatmu bangkrut dan menyita hartamu bila
usahamu gagal. Biarlah saya saja yang akan menanggung resiko itu.”
Menanggung
resiko sendiri adalah salah satu prinsip Liem Swie Ling. Beberapa tahun
yang lalu PTHM Sampoerna mengalami musibah kebakaran yang menelan
kerugian sampai 5 Milyar. “Bayangkan, kalau saya asuransikan malah
mungkin saya ditahan polisi keesokan harinya-karena disangka sengaja
membakar untuk memperoleh santunan asuransinya. Lagi pula, apakah
asuransi mau membayar kalu sudah sebegitu besar? Bertahun tahun habis
untuk perkara semacam itu, dan sementara itu kita tidak boleh m mbangun
sebelum perkaranya beres,” kata swie Ling.
Kuno?
Mungkin orang akan berkata seperti itu. Tetapi kesan kuno itu sama
sekali tidak tampak kalau seseorang melangkah ke bangunan modern yang
ditempati perusahaan itu di Surabaya industrial esatate Rungkut.
Kantor-kantornya tertata rapi sebagimana layaknya perusahaan modern.
Juga dihias dengan lukisan-lukisan besar yang berselera tinggi. Sistem
menejemnya pun memakai system mutakhir setelah direktur utama perusahaan
diserahkan kepada anak kedua liem Swie Ling-Putera Sampoerna yang di
didik di Amerika.
Liem
Swie Ling mungkin merupakan salah satu dari sedikit orang yang bisa
dikecualikan. Apa yang diyakininya itu kebetulan terlaksana dengan baik
baginya. Tetapi itu tidak berarti bahwa hal yang sama dapat berlaku pada
orang lain.