Danau Toba yang dulu disebut Bidadari Pariwisata Sumatera utara telah
terancam ekosistemnya. Selain itu penebangan hutan secara liar,
pengikisan tanah/erosi dan pencemaran air menjadi penyebab utama
hancurnya kawasan Danau Terbesar di Indonesia ini. Dan bila semua
sampah, limbah dan kotoran dibuang ke Danau Toba dikuatirkan Danau Toba
menjadi wc raksasa.
Danau Toba diibaratkan seperti Bidadari yang sedang sakit. Perlu upaya
keras untuk menyembuhkannya. Penyebab sang bidadari jatuh sakit karena
sebagian tubuhnya dicabik-cabik Sansaw milik sejumlah HPH yang berada
dikawasan ekosistem Danau Toba.
Ada dugaan PT Inti Indorayon Utama (IIU) yang namanya telah menjadi
Toba Pulp Lestari (TPL)-perusahaan pulp yang sejak tahun 1989
beroperasi dan berada di Desa Sosorladang, Porsea ini menjadi salah
satu pelaku rusaknya ekosistem Danau Toba.
Berdasarkan data Walhi Sumut, TPL merupakan pemilik HPH terluas di
sekitar Danau Toba setelah PT Kertas Kraft Aceh, Riau Andalas Pulp,
Indah Kiat, Lontar Popyrus dan Kiani kertas.
Penebangan hutan secara membabi buta telah menyebabkan debit air di
sebagian besar sungai-sungai kecil yang bermuara ke Danau Toba drastis
turun. Sehingga permukaan air Danau Toba mengalami penurunan hingga
satu meter pada musim kemarau. Padahal secara geologis, danau toba
merupakan danau paling gersang yang sering mengalami pengikisan, jadi
keberadaan beberapa HPH disekitar danau toba sebenarnya sangat
mengancam kelangsungan hidup ekosistemnya.
Sebelum ekosistem Danau Toba rusak, danau pujaan orang batak ini
terlihat sangat cantik dan sempurna. Danau yang berada di 8 Kabupaten
di Sumut ini begitu dipuja. Setiap orang rindu membelai tubuhnya yang
elok dan datang melihat wajahnya yang rupawan. Di mata dunia, Danau
Toba sempat disebut-sebut sebagai salah satu Situs Keajaiban Dunia.
Sangkin mempesonanya, setiap wisatawan yang datang ke danau terbesar di
Asia Tenggara ini pasti punya kepuasan tersendiri. Itu sebabnya bila
disebutkan nama Sumatera utara, yang terlintas dalam benak mereka
hanyalah Danau Toba. Jadi sebagai anak bangsa, khususnya putri-putri
Batak wajar berbangga atas anugerah Tuhan yang satu ini.
Ekosistem Danau Toba Rusak
Namun disayangkan sekelompok orang tidak melihat Danau Toba sebagai
suatu potensi alam yang harus dikembangkan dan dilestarikan untuk
kesejahtraan rakyat. Mereka malah ikut melukai tubuhnya dan mencemari
wajahnya yang cantik dengan air limbah. Wajahnya yang mulus kini
ditumbuhi jerawat dan benjolan-benjolan lain. Permukaan danaunya
ditumbuhi tanaman pengganggu seperti eceng gondok.
Pencemaran limbah dan sampah organik mewarnai keindahan Danau Toba.
Hotel-hotel yang dibangun di tepi danau, semisal di Parapat dicurigai
membuang limbah air langsung ke danau. Bahkan, dicurigai, Danau Toba
telah dijadikan septic tank oleh hotel-hotel itu. Limbah domestik yang
berasal dari rumah tangga, toko dan industri kecil dibuang ke ratusan
aliran sungai yang bermuara ke Danau Toba. Sehingga pencemaran ini
menimbulkan bau tidak sedap dan dikuatirkan mengundang wabah penyakit
serta munculnya penyakit-penyakit aneh disekitar danau.
Hal ini pernah diungkapkan oleh Ketua Peduli Danau Toba-Mangaliat
Simarmata, SH di Medan menanggapi kerusakan Danau Toba yang sudah pada
tahap mengkuatirkan.
Pencemaran Danau toba tegas Mangaliat diperparah oleh kerambah terapung
yang berada di permukaan danau. Karena keramba itu, makanan ikan dalam
bentuk pelet mengotori danau. Sisa-sisa buangannya menimbulkan endapan
logam berat di danau sehingga mengakibatkan planton-planton dan ikan
kecil mati. Entah berapa ribu jumlah kerambah milik investor asing,
belum termasuk milik masyarakat.
Tidak itu saja, limbah peternakan babi disekitar Danau toba juga
dibuang ke danau. Sehingga dikuatirkan akan mengganggu ekosistem danau
dalam jangka panjang. “Bila semua sampah, limbah dan kotoran dibuang ke
Danau Toba dikuatirkan Danau Toba menjadi wc raksasa. Kalau ini tidak
bisa dihentikan akan menimbulkan preseden buruk bagi pariwisata danau
toba,” tandasnya.
Terancamnya ekosistem danau toba telah berlangsung sejak lama. Menurut
Bapedalda Sumut, tumbuhan eceng gondok sudah terdapat di perairan Danau
Toba sejak puluhan tahun terakhir. Sekitar empat puluh tahun yang
lalu, eceng gondok sudah terdapat di perairan pantai Balige dan
Sigumpar, tetapi populasi atau volumenya masih relatif kecil, sehingga
belum dianggap sebagai tumbuhan pengganggu. Tetapi tindakan masyarakat
sekitar Danau Toba yang melakukan pencemaran air, diduga sebagai
penyebab semakin pesatnya pertumbuhan dan populasi eceng gondok.
Diketahui adanya kaitan antara pencemaran air dengan pertumbuhan yang
pesat dari eceng gondok, pada perairan air tawar. Pencemaran air di
pantai Danau Toba diduga sudah berlangsung lama, yaitu melalui residu
pupuk kimia yang terbawa aliran sungai dan parit, demikian juga
pembuangan sampah kota dan limbah pabrik dari industri kerajinan
rakyat. Meningkatnya populasi tumbuhan eceng gondok pada tahun-tahun
terakhir ini, merupakan salah satu indikasi peningkatan polutan logam
berat di air danau.
Endapan logam berat itu dicurigai bersumber dari sisa-sisa buangan
pellet pakan ikan, yang dipergunakan pada pemeliharaan ikan dalam
keramba apung. Pertumbuhan keramba apung di kawasan pantai Danau Toba
pada tahun-tahun terakhir memang sangat pesat. Pada beberapa lokasi
penempatan keramba apung di danau Toba, sudah tidak dapat digunakan
untuk mandi dan berenang karena air sudah demikian kotor dan berbau.
Permukaan Danau Toba yang sudah tertutup eceng gondok tampak sudah
menyebar kemana-mana. Misalnya di sekitar Balige, Laguboti, Sigumpar
dan Porsea di kabupaten Toba, juga Pangururan di kabupaten Samosir,
serta Tongging dan Silalahi di kabupaten Dairi.
Ditegaskan kembali oleh Mangaliat Simarmata, dibalik semua kerusakaan
ini ia menyesalkan ketidakseriusan Pemerintah Provinsi Sumatera utara
(Pemprovsu) dalam memulihkan kondisi danau toba. Ini terbukti dari masih
beroperasinya sejumlah perusahaan yang membabat habis hutan penyangga
danau toba. Selain itu masih dibuangnya limbah dan sampah ke danau
toba. Dan masih belum ditertibkan secara serius keramba terapung yang
merusak ekosistem. Selain itu belum dikelolahnya keramba di zona
khusus.“Padahal keramba apung tidak seharusnya dikelolah di Parapat
karena kawasan itu adalah tempat wisata. Ini sangat merusak pemandangan
alam,” tegasnya.
Padahal bila dilihat dari potensi dan kekayaan alamnya, Danau Toba
sangat cocok dijadikan sebagai salah satu Warisan Dunia (World
Herritage). Ditambah lagi dengan sejumlah sarana yang dimilikinya,
Danau toba sudah pantas diajukan menjadi salah satu Warisan Dunia.
“Diharapkan dengan predikat nama sebagai Warisan Dunia maka perhatian
dunia pada Danau toba akan semakin besar. Dan ini akan memotivasi
sejumlah pihak untuk lebih bersemangat melestarikan Danau Toba,” kata
Mangaliat yang berharap agar Pemprovsu mengajukan danau toba menjadi
salah satu warisan dunia ke lembaga internasional.
Selain itu Ketua Peduli Danau Toba ini juga menilai Badan Pengendalian
Lingkungan Hidup Daerah Sumatera Utara (Bapedaldasu) kurang serius
menanggulangi sejumlah pencemaran yang terjadi di danau toba. Mengingat
tingkat kerusakan lingkungan dan pencemaran danau toba semakin
mengkuatirkan maka diminta dengan segera agar Bapedalda Sumut mengawasi
pembuangan limbah hotel dan sampah domestik ke danau toba. Sebab bila
hal ini masih saja terjadi maka dalam 5-10 tahun mendatang, danau toba
akan hancur berantakan.
Kepedulian Pemprovsu Pada Kelestarian Danau Toba ?
Dalam mengelolah ekosistem Danau toba Pemprovsu telah membentuk Badan
Koordinasi Pengelolaan Ekosistem Kawasan Danau Toba (BKPEKDT) pada bulan
Mei 2006 lalu. Menyinggung keberadaan lembaga yang melibatkan sembilan
kabupaten, yakni Karo, Dairi, Humbang Hasundutan, Samosir,
Simalungun, Tanjung balai, Tapanuli utara, Toba samosir dan Asahan,
Sekretaris Eksekutif BAKUMSU ini menilai kehadiran BKPEKDT kurang
konsentrasi melestarikan danau toba.
Karena dengan melibatkan 9 kabupaten maka dikuatirkan kebijakan yang
dikeluarkan masing-masing daerah tidak seragam. “Padahal saat ini
diperlukan suatu badan yang berwenang mengelolah Danau toba dengan
serius. Dalam hal ini perlu melibatkan ilmuwan, akademisi, masyarkat,
LSM dan pemerintah. Kalau pengelolahannya hanya sebatas melibatkan
pemerintah daerah di 9 kabupaten saja maka dikuatirkan kebijakan yang
dikeluarkan masing-masing daerah tidak seragam. Dan ini kurang efektif
dan cenderung kurang konsentrasi pada pelestarian danau. Sementara itu
peraturan yang akan dikeluarkan hanya sebatas Peraturan Daerah (Perda)
bukan undang-undang,” tegas Simarmata.
Sementara itu ditambahkan Ketua Umum Forum Peduli Rakyat dan Ekosistem
Danau Toba, Efendy Naibaho. Ketidakseriusan Pemprovsu mengelolah danau
toba mengakibatkan pariwisata semakin merosot. Dalam memulihkan kondisi
ini perlu dibentuk suatu Badan Otorita Pariwisata Danau Toba, dimana
badan ini nanti yang akan berkosentrasi mengelolah danau toba. “Untuk
lebih efektif mengelolah danau toba maka perlu dibentuk provinsi Danau
toba dan sebagai wilayahnya dilibatkan 8 kabupaten yang berada
disekitar danau,” kata Efendy.
Anggota Komisi C DPRD Sumut ini juga tidak ketinggalan menyoroti
masalah limbah dan kerusakan ekosistem lainnya. Rusaknya ekosistem
danau tidak terlepas dari kinerja Pemprovsu yang tidak becus mengelolah
ekosistem ini. Dalam hal ini kita kecewa dengan pernyataan dinas
pariwisata yang menyatakan pariwisata adalah primadona pertama setelah
pertanian. “Tapi mana buktinya, toh pariwisata danau toba semakin
terpuruk,” tegas Efendy. Padahal tambah Naibaho, untuk menyokong
ekonomi rakyat banyak kegiataan budaya batak dapat dijual. Lantaran
ekosistemnya rusak dan wisatawan enggan datang sehingga potensi yang
ada tidak dapat dimanfatkan dengan baik,” katanya.
Mematikan Ekonomi Rakyat
Sementara itu seorang pemilik hotel di Parapat bermarga Sitorus
mengeluh sejak pariwisata di Danau Toba terpuruk ketika krisis tahun
1997 maka ia harus menutup penginapannya. Sebagai ilustrasi, Sitorus
mengatakan, pada tahun 1996 tingkat hunian hotel di Parapat mencapai 80
sampai 90 persen. Kini merosot menjadi hanya 25 hingga 30 persen saja.
Kalau dulu banyak wisatawan mancanegara, kini jumlahnya bisa dihitung
dengan jari. “Terus terang kami hampir putus asa menghadapi keadaan
ini,” akunya dengan kesel.
Selain ikut mematikan ekonomi rakyat yang selama ini bergantung pada
potensi Danau Toba, para pengrajin, pedagang dan pemandu wisata sudah
banyak yang nganggur sejak pariwisata danau toba lesu. Belum lagi
nelayan yang kesusahan mengais rejeki di danau karena ikannya sudah
jauh berkurang sejak sepuluh tahun terakhir karena limbah.
Terpuruknya wisata danau toba, selain oleh krisis juga diperparah oleh
kabut asap, jatuhnya Garuda di Sibolangit, Bom Bali, sampat tsunami di
Aceh. ''Terakhir tersebar isu bahwa akan terjadi letusan besar di Danau
Toba. Ini membuat orang takut untuk datang ke sini, kata Sitorus
dengan mimik sedih didampingi isterinya yang murung dan empat orang
warga Parapat. Jadilah kini Danau Toba yang mempesona merana. Ditinggal
pengagumnya. Ia ibarat bidadari yang sedang sakit, perlu pemulihan.
Kecantikannya tertutup, walaupun belum pudar.
Dalam kesempatan yang sama masyarakat yang tinggal disekitar Danau Toba
ini menyampaikan harapannya agar Danau Toba pulih dengan segera.
“Untuk itu kami minta agar Pemprovsu segera mengambil tindakan tegas
dalam memulihkan kondisi Danau Toba. Dalam hal ini dengan segera
mengeluarkan kebijakan dalam menghentikan semua ijin perusahaan yang
membabat hutan disekitar danau. Selain itu mencabut ijin hotel dan
penginapan yang diduga membuang limbahnya ke Danau Toba. Kemudian
menghimbau masyarakat agar tidak membuang limbah domestiknya ke sungai
yang bermuara ke Danau,” kata mereka serempak.