Saat ini banyak masyarakat bingung dan cemas ketika belakangan
dihebohkan informasi bahwa susu sapi berbahaya, layak tidak dikonsumsi
dalam jangka panjang karena mengakibatkan osteoporosis dan penyakit
berbahaya lainnya. Ternyata informasi yang salah dan menyesatkan itu
diolah secara tidak benar oleh sebagian penulis atau jurnalis
berdasarkan referensi dari sebuah buku yang diklaim best seller berjudul The Miracle of Enzyme karangan Dr. Hiromi Shinya.
Meskipun
tidak semua dari buku tersebut mengandung kontroversi, tetapi justru
hal kontroversial yang dibesar-besarkan dan dipahami secara tidak benar.
Di media masa atau media online kontroversi ini diperumit ketika
seorang Guru Besar Gizi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Prof Dr Waloejo Soerjodibroto, juga mengatakan meski belum
membaca buku itu sempat menyatakan bahwa pendapat tersebut masuk akal.
Waloejo
selanjutnya juga menyatakan setuju dengan sebagian pendapat Shinya
bahwa susu sapi memang paling cocok untuk anak sapi, bukan untuk anak
manusia, apalagi manusia dewasa. Pendapat Hiromi Shinya tersebut sangat
kontroversial dan menyesatkan, karena tidak berdasarkan fakta ilmiah dan
penelitian, tetapi hanya berdasarkan opini atas pengalaman pribadi.
Namun
hingga saat ini dalam pubmed online atau jurnal ilmiah kedokteran yang
diakui dan berkualitas di dunia internasional ternyata tidak ada satupun
penelitian atas nama Hiromi Shinya. Kontroversi informasi kesehatan
seringkali ditimbulkan oleh opini dokter atau dokter ahli bila tidak
berdasarkan penelitian ilmiah. Bahkan opini seorang profesorpun
seharusnya tidak bisa diikuti dan dijadikan pedoman bila tidak
berdasarkan data penelitian ilmiah berupa Kejadian Ilmiah Berbasis Bukti
atau evidance base medicine.
Mitos Susu Sapi Berbahaya dan Tak Layak Dikonsumsi
1. Tak ada makanan lain yang lebih sulit dicerna daripada susu sapi.
Padahal, sama seperti makanan lain, dalam keadaan individu sehat susu
sapi mudah dicerna. Pada penderita alergi atau hipersensitif saluran
cerna, kandungan gluten, kasein, whey, atau 40 protein lainnya yang ada
pada susu sapi murni atau susu formula memang bisa mengganggu dan
berdampak pada fungsi saluran cerna. Bila fungsi saluran cerna
terganggu, maka penyerapannya terganggu.
2. Kasein yg
membentuk kira-kira 80% dari protein yang terdapat dalam susu, langsung
menggumpal menjadi satu begitu memasuki lambung sehingga menjadi sangat
sulit di cerna. Protein susu sapi terbagi menjadi kasein and
whey. Kasein yang berupa bagian susu berbentuk kental biasanya
didapatkan pada terdiri dari 76-86% dari protein susu sapi. Kasein dapat
dipresipitasi dengan zat asam pada pH 4,6. Kasein memang bagian paling
ental dari susu sapi, tetapi bukan berarti tidak dapat atau sulit
dicerna. Sekali lagi penyerapannya terganggu pada penderita
hipersensitif dan alergi saluran cerna
3. Komponen susu yang di jual di toko telah dihomogenisasi dan menghasilkan radikal bebas.
Sampai saat ini, tidak ada penelitian yang menunjukkan hal seperti itu.
Tetapi memang benar pada penderita alergi susu sapi dapat terjadi
pengeluaran berbagai zat mediator di dalam tubuh manusia yang dapat
menggganggu tubuh, salah satunya yang berdampak mengahsilkan radikal
bebas. Tetapi pada orang sehat hal itu tidak akan terjadi.
4.
Susu yang dipasteurisasi tidak mengandung enzim-enzim berharga,
lemaknya teroksidasi dan kualitas proteinnya berubah akibat suhu yg
tinggi. Pasteurisasi adalah sebuah proses pemanasan makanan
dengan tujuan membunuh organisme merugikan seperti bakteri, virus,
protozoa, kapang, dan khamir. Tak seperti sterilisasi, pasteurisasi
tidak dimaksudkan untuk membunuh seluruh mikroorganisme di makanan.
Pasteurisasi bertujuan mencapai "pengurangan log" dalam jumlah
organisme, mengurangi jumlah mereka sehingga tidak lagi bisa menyebabkan
penyakit dengan syarat produk yang telah dipasteurisasi didinginkan dan
digunakan sebelum tanggal kedaluwarsa.
Pada proses pengolahan
susu, penambahan zat gizi tertentu memiliki banyak tujuan, misalnya
menggantikan zat gizi yang hilang selama proses pengolahan. Teknik
penambahan zat-zat gizi ke dalam makanan disebut fortifikasi.
Fortifikasi dalam susu kebanyakan dilakukan ke dalam susu bubuk,
dikarenakan selama pengolahan susu menjadi susu bubuk banyak nutrisi
yang hilang oleh panas. Salah satu zat gizi yang sering ditambahkan
dalam susu bubuk adalah AA dan DHA. Namun demikian, belum ada hasil
penelitian yang pasti apakah AA dan DHA yang ditambahkan ke dalam susu
bubuk dapat diserap dan dimanfaatkan tubuh sama baiknya dengan yang
alami. Jika dilihat dari teknik pengolahannya, susu cair UHT memiliki
keunggulan yaitu zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya relatif tidak
berubah selama proses. Teknik pengolahan UHT (Ultra High Temperature)
adalah teknik pengolahan susu paling mutakhir, di mana susu sapi segar
dipanaskan dengan suhu 140 C selama 4 detik saja. Hasilnya, susu UHT
bebas dari segala mikroba namun sejumlah kandungan nutrisi alaminya
tetap terjaga. Sejumlah vitamin, mineral, protein, asam lemak, asam
amino yang terkandung di dalamnya tetap aman dan dapat dengan mudah
diserap tubuh.
5. Susu yang mengandung banyak zat lemak
teroksidasi mengacaukan lingkungan dalam usus, meningkatkan jumlah
bakteri jahat, dan menghancurkan keseimbangan flora bakteri dalam usus.
Gangguan pada lingkungan dalam usus, meningkatkan jumlah bakteri jahat,
dan menghancurkan keseimbangan flora bakteri dalam usus bisa saja
terjadi pada orang yang tidak sehat khusus individu yang mengalami daya
tahan tubuh menurun seperti penderita AIDS, malnutrisi (kurang gizi),
penderita tuberkulosis, gangguan metabolisme dan gangguan kronis
lainnya. Hal ini juga bisa terjadi pada penderita autisme, alergi
makanan atau penderita intoleransi makanan lainnya. Pada penderita
seperti itu memang pemberian susu sapi harus di bawah rekomendasi dokter
ahli, karena akan memperberat gangguan pada saluran cerna. Bukan hanya
susu berbagai jenis makanan tertentu khususnya yang mengakibatkan reaksi
simpang makanan atau alergi makanan dapat menanggu juga. tetapi
sebaliknya pada manusia sehat hal tersebut tidak berdampak apapun.
6.
Jika wanita hamil minum susu sapi, anak-anak mereka cenderung lebih
mudah terjangkit dermatitis atopik (penyakit radang kulit yang parah). Sampai
saat ini belum ada cukup bukti ilmiah bahwa dengan pembatasan diet ibu
selama kehamilan memainkan peran penting dalam mencegah penyakit atopik
pada bayi seperti asma, rinitis alergi (hay fever), alergi makanan atau
dermatitis (eksim). Namun Epsghan dan Committes on Nutrition AAP tetap
menganjurkan hanya eliminasi diet jenis kacang-kacangan untuk pencegahan
alergi sejak dalam kehamilan bukan menghindari susu sapi.
7. Minum susu terlalu banyak menyebabkan osteoporosis.
Dr. Hiromi dalam bukunya memperlihatkan hasil penelitiannya bahwa
suplemen kalsium dan produk susu bisa menyebabkan osteoporosis. Dari
pubmed atau berbagai literatur penelitian yang resmi dan diakui di
dunia, tidak ada satupun penelitian yang menunjukkan hal demikian.
Justru sebaliknya, peneltian yang dilakukan Goulding A dkk menunjukkan
anak-anak yang menghindari susu dan tidak menggunakan pengganti makanan
kaya kalsium yang tepat dan memiliki asupan kalsium yang rendah makanan
dan nilai-nilai bone mineral density (kepadatan mineral tulang) yang rendah.
Anak
seperti ini beresiko terjadi fraktur atau patah tulang sebelum usia pra
pubertas. Justru saat rekomendasi yang benar dalam konsumsi kalsium
minimal yang dianjurkan bagi orang dewasa adalah 800mg per hari. Dalam
keadaan hamil, kebutuhan Kalsium meningkat menjadi 1000mg per hari.
Kadar kalsium per 100ml susu segar adalah 250mg. Jika dalam sehari
seseorang mengonsumsi 2-3 gelas susu cair (500ml-750ml), maka perolehan
Kalsiumnya adalah 1250mg-1875mg. Tetapi memang terdapat penelitian yang
dilakukan oleh Hidvégi E pada penderita alergi susu sapi dapat
menurunkan penurunan mineralisasi tulang yang diukur dengan osteodensitometry.
Hal ini terjadi karena pada penderita alergi susu sapi selain asupan
susu sapi kurang ternyata dapat mengakibatkan kerusakan epitel saluran
cerna yang dapat mengganggu penyerapan makanan. Selain itu bila hal ini
terjadi dapat terjadi gangguan mual dan muntah yang akan mengakibatkan
anak sulit makan. Saat anak sulit makan berkepanjangan terjadi asupan
nutrisi tidak optimal sehingga berdampak kekurangan asupan vitamin,
mineral atau mikronutrien lainnya termasuk kalsium.
8. Orang yang minum susu sapi saluran cernanya rusak.
Hasil pengamatan Hiromi menunjukkan bahwa bentuk usus orang yang
memiliki pola makan dan minum buruk akan terlihat benjol-benjol,
luka-luka, bisul-bisul, bercak-bercak hitam, dan menyempit di sana-sini.
Ini artinya tidak memenuhi syarat yang diinginkan usus. Sedangkan usus
orang yang pola makan dan minumnya baik, digambarkannya sangat bagus,
bintik-bintik rata, kemerahan, dan segar.
Hal ini memang tidak
salah pada penderita alergi makanan dan intoleransi makanan dapat
menganggu saluran cerna dapat berdampak proktokolitis, entero colitis,
alergi eosinophilic gastroenteritis, sindrom enteropati, immediate gastrointestinal hypersensitivity (anaphylaxis), oral
allergy syndrome, allergic eosinophilic esophagitis, gastritis,
gastroenterocolitis, dietary protein enterocolitis, proctitis,
enteropathy, celiac disease atau Irritable Bowel Syndrome. Pada
bayi bisa berdampak colic, gastroesophageal reflux, dan konstipasi
(Sulit BAB) berkepanjangan. Berbagai gangguan tersebut bisa saja dapat
menampilkan berbagai tanda dan gejala keruskan saluran cerna seperti
yang digambarkan dr Hiromi. Tetapi sekali lagi, hal itu sering terjadi
pada penderita alergi dan hipersensitif saluran cerna.
Kehebatan Susu Sapi
Susu
adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar susu
mamalia betina. Susu sapi diolah menjadi berbagai produk seperti
mentega, yogurt, es krim, keju, susu kental manis, susu bubuk dan
lain-lainnya untuk konsumsi manusia. Dewasa ini, susu memiliki banyak
fungsi dan manfaat. Untuk umur produktif, susu membantu pertumbuhan
mereka. Untuk orang lanjut usia, susu membantu menopang tulang agar
tidak keropos. Susu mengandung banyak vitamin dan protein. Secara
alamiah susu sapi segar telah mengandung sejumlah vitamin, mineral,
laktosa (gula susu), asam lemak esensial (asam linoleat dan asam
linolenat), asam amino esensial (triptophan, tirosin), sphingomyelin,
laktoferin, serta prebiotik galakto-oligosakarida (GOS) dengan komposisi
yang lengkap. Mengingat khasiat dan kandungan gizinya yang sangat
lengkap, susu dikelompokkan sebagai pangan fungsional (functional food).
Dan sebagai pangan fungsional, susu dapat dikonsumsi tanpa batas karena
tidak menimbulkan bahaya apapun. Namun demikian, dalam konsep gizi
seimbang, seseorang dianjurkan minum susu sebanyak 2-3 gelas sehari atau
setara dengan 500-750ml susu cair.
Kontroversi Hiromi
Dr.
Hiromi Shinya adalah seorang ahli bedah gastroenterologi dari Albert
Einstein College of Medicine. Penulisan buku The Miracle of Enzyme
ternyata diilhami oleh pengalaman seorang anaknya yang mengalami
gangguan saluran cerna yang diperberat oleh susu sapi. Demikian juga hal
ini ditemukan pada sebagian pasien yang dioperasinya. Dr Hiromi Shinya
mengemukakan dampak bahaya susu sapi dapat menimbulkan osteoporosis,
luka di usu, polip usus, gangguan enzym, dan berbagai gangguan lainnya.
Sehingga dia tidak merekomendasikan untuk minum susu jangka panjang.
Meski
hanya berdasarkan pengalaman pribadi, bila disimak opini tersebut
memang mungkin tidak salah. Tetapi sebenarnya gangguan itu hanya bisa
terjadi pada penderita alergi dan hipersensitifitas saluran cerna.
Tetapi tidak akan terjadi pada individu yang sehat. Pada penderita
alergi dan hipersensitivitas saluran cerna bila mengkonsumsi susu sapi
bisa menganggu berbagai fungsi saluran cerna termasuk ensim pencernaan.
Bahkan
dalam penelitian ilmiah yang termuat dalam pubmed dan jurnal ilmiah
lainnya menyebutkan bahwa alergi susu sapi bisa berdampak pada kulit,
saluran cerna, saluran napas dan berbagai gangguan organ tubuh lainnya.
Reaksi akut (jangka pendek) yang sering terjadi adalah gatal dan
anafilaksis seperti bengkak pada bibir, syok, pingsan dengan tensi dan
tekanan darah turun. Sedangkan reaksi kronis (jangka panjang) yang
terjadi adalah asma, dermatitis (eksim kulit) dan gangguan saluran
cerna.
Pada bayi bisa berdampak colic, gastroesophageal reflux,
dan konstipasi (Sulit BAB) berkepanjangan. Beberapa penelitian lainnya
menyebutkan alergi makanan termasuk susu sapi dapat mengganggu perilaku
anak seperti gangguan tidur, hiperaktif, gangguan emosi, gangguan
konsentrasi, dan memperberat gejala autis. Tetapi, dampak tersebut
hanya bisa timbul pada individu yang mengalami alergi atau intoleransi
makanan.
Pada anak sehat atau manusia sehat lainnya tidak
berdampak yang ditakutkan. Jadi, pendapat susu sapi membuat berbagai
dampak yang mengganggu tidak dapat digenerelisasikan. Artinya pada
kelompok anak tertentu bisa mengganggu berbegai organ tubuh tetap pada
sebagian besar anak sehat tidak akan mengganggu bahkan susu sangat bagus
kandungan gizinya.
Gangguan yang disebutkan Hiromi tersebut
bukan saja disebabkan bukan hanya oleh susu sapi tetapi juga alergi
makanan lainnya seperti coklat, kacang, buah tertentu, ikan laut dan
sebagainya. Bila asumsi Hiromi itu digunakan maka coklat, kacang, buah
tertentu, ikan laut juga berbahaya bagi kesehatan dan tidak layak untuk
dikonsumsi untuk manusia sehat lainnya.
Kontroversi ini juga
ditunggangi kepentingan bisnis lainnya. Para oknum pebisnis susu kambing
pun memanfaatkan kesempatan ini untuk menyerang keburukan susu sapi.
Susu kambing dianggap sebagai menyembuhkan alergi dan dianggap lebih
baik dan dapat untuk pengganti pada anak penderita alergi susu sapi.
Memang mungkin saja vitamin susu sapi dan susu kambing tidak jauh
berbeda, tetapi kandungan protein penyebab alergi juga tidak jauh
berbeda. Bila penderita mengalami alergi susu sapi tidak bisa diganti
susu kambing. Bila penderita alergi susu sapi tidak terganggu dengan
susu kambing, maka kebenaran diagnosis alergi susu sapi sebelumnya patut
dipertanyakan kebenarannya.
Tetapi memang benar bila seseorang
mengalami alergi susu sapi, intoleransi susu sapi, gangguan metabolik,
penderita autuism atau gangguan hipersensitif saluran cerna lainnya maka
sebaiknya menghindari susu sapi dan mencari alternatif penggantinya.
Tetapi sayangnya, saat ini terdapat kecenderungan berlebihan dalam
mendiagnosis alergi susu sapi. Hampir semua anak mengalami gejala alergi
langsung divonis sebagai alergi susu sapi padahal belum tentu benar.
Bahkan menurut penelitian di beberapa negara di dunia, prevalensi alergi
susu sapi pada anak dalam tahun pertama kehidupan hanya sekitar 2%.
Sekitar 1-7% bayi pada umumnya menderita alergi terhadap protein yang
terdapat dalam susu sapi.
Kontroversi itu mengingatkan pada buku Diet Golongan Darah yang ditulis Dr. Peter D'Adamo.
Dia juga menulis bahwa makanan tertentu pada golongan darah tertentu
ada yang aman dan yang menggangggu kesehatan. Memang setelah diet
tersebut oleh sebagian besar orang mengikuti dan berhasil. Tetapi
sebenarnya bila dicermati berbagai makanan yang dihindari adalah
kebanyakan makanan yang berisiko alergen atau penyebab alergi tinggi
yang dapat mengganggu siapa saja yang mengalami tetapi tidak berdasarkan
golongan darah. Artinya, golongan darah apapun bila mengikuti daftar
makanan yang manapun pada umumnya sebagian akan relatif berhasil. Tetapi
pada orang sehat yang tidak mengalami alergi atau intoleransi makanan
tidak akan berdampak apapun meski tidak mengikuti diet golongan darah.
Sampai sekarangpun tidak ada penelitian ilmiah yang menunjukkan manfaat
diet golongan darah pada kesehatan. Bahkan dalam pubmed atau jurnal
kesehatan ilmiah internasional yang kredibel tidak ditemukan satupun
penelitian yang dilakukan oleh Dr. Peter D'Adamo tentang diet golongan darah.
Kontroversi opini kesehatan sering timbul di dalam masyarakat karena
globalisasi dan kecanggihan informasi teknologi yang sangat pesat.
Berbagai informasi kesehatan dengan sangat cepat bisa melalui media masa
atau media online. Bahkan saat ini lebih dipermudah penyebarannya dan
sangat luas dengan adanya BBM, Twitter atau media sosial lainnya. Setiap
orang bahkan bukan ahli kesehatanpun dapat dengan bebasnya menyebarkan
opini kesehatan tanpa tahu benar tidaknya informasi kesehatan itu secara
ilmiah. Selain itu pada umumnya masyarakat awam sering salah dalam
menginterpretasikannya. Kontroversi informasi kesehatan seringkali juga
ditimbulkan oleh opini dokter, dokter ahli atau pakar kesehatan.
Bagaimana menyikapi
Dalam
berbagai kondisi globalisasi informasi sebaiknya masyarakat harus
cerdas dalam mencari dan mencerna informasi. Bila mendapat informasi
yang tidak benar secara ilmiah dan salah dalam menginterpretasikan, maka
akan mendapatkan informasi kesehatan yang menyesatkan. Kecenderungan
tersebut saat ini diperparah oleh informasi media masa baik cetak
ataupun elektronik tertentu. Bahkan, sampai saat ini di media televisi
banyak sekali informasi kesehatan justru diberikan bukan oleh dokter,
tetapi oleh orang yang tidak berkompeten dalam bidangnya
Komisi
Penyiaran Indonesia harus jeli dalam melakukan hal ini. Di samping itu,
media masa sebaiknya mempunyai seorang konsultan yang berkompeten
dalam mengedukasi masyarakat agar tidak salah arah. Media masa
sebaiknya melakukan pola pikir yang benar dalam mendapatkan informasi.
Dalam mengejar sumber informasi kesehatan, media masa harus mencari
sumber berita sesuai dengan kompetensinya. Bila mendapat informasi yang
berbeda, mungkin yang lebih dipercaya adalah sumber yang kompeten.
Misalnya, informasi susu mengakibatkan osteoporosis mungkin kita harus
lebih mempercayai informasi dari Goulding yang ahli gizi dibandingkan
dari Dr Hiromi Shinya yang seorang dokter bedah.
Dalam keadaan
seperti ini, masyarakat dituntut tidak mudah percaya dan harus cermat,
cerdas dalam mencari dan mengolah informasi. Yang terpengaruh oleh
informasi kesehatan tidak benar bukan hanya masyarakat berpendidikan
rendah, masyarakat berpendidikan tinggi yang bukan berlatar belakang
kesehatanpun sudah banyak yang terbuai informasi kesehatan yang salah
arah. Semoga bangsa ini lebih cerdas dan arif menyikapi kemajuan
informasi yang demikian hebat. demi kemajuan kesehatannya.
Referensi:
- Gaucheron F. Milk and dairy products: a unique micronutrient combination. J Am Coll Nutr. 2011 Oct;30(5 Suppl 1):400S-9S.
-
Hidvégi, Edit, Arato, András, Cserháti, Endre, Horváth, Csaba, Szabo,
András, Szabo, Antal. Slight Decrease in Bone Mineralization in Cow
Milk-Sensitive Children. Journal of Pediatric Gastroenterology &
Nutrition: January 2003 - Volume 36 - Issue 1 - pp 44-49 Hepatology and
Nutrition
- Hiromi Shinya,MD The Miracle of Enzyme ( Self Healing Program )
-
Goulding A, Rockell JE, Black RE, Grant AM, Jones IE, Williams SM.
Children who avoid drinking cow's milk are at increased risk for
prepubertal bone fractures. J Am Diet Assoc. 2004 Feb;104(2):250-3
-
Dupont C, Heyman M: Food protein-induced enterocolitis syndrome:
laboratory perspectives. J Pediatr Gastroenterol Nutr 2000; 30 Suppl:
S50-7.
- Scott H. Sicherer, Clinical Aspects of Gastrointestinal Food Allergy in Childhood
sumber