Kamis, 04 Oktober 2012

Penemuan Pinang Jenis Baru, Endemik Biak

Bukan di pedalaman hutan Papua peneliti Charlie D Heatubun menemukan dua tumbuhan pinang jenis baru. Pinang atau palem-paleman Adonidia maturbongsii dan Hydriastele biakensis itu diperoleh di kebun masyarakat di kawasan kota Biak, Papua.
Secara fisik, kedua jenis flora ini beda dengan pinang pada umumnya (Areca catechu) yang digunakan sebagian orang Papua untuk menyirih. Di Papua, terutama daerah pesisir, mengunyah buah pinang dicampur bubuk kapur dan buah sirih sangat jamak. Di tepian jalan hingga sudut permukiman, buah pinang di atas lapak adalah pemandangan sehari-hari.
Sejumlah penelitian menunjukkan, ekstrak buah pinang punya khasiat kesehatan. Menurut penelitian Edy Meiyanto dan kawan-kawan pada Majalah Farmasi Indonesia 2008, aktivitas antiproliferatif (menghambat pembiakan) sel kanker payudara.
Bunga spesies pinang Adonidia maturbongsii. (Credit: Charlie D Heatubun)
Bunga spesies pinang Adonidia maturbongsii. (Credit: Charlie D Heatubun)

Charlie dan rekannya, William J Baker (peneliti Royal Botanic Garden di Inggris), sudah mendaftarkan pada jurnal International Palm Society di Lawrance, Kansas, Amerika Serikat, yang terbit akhir September 2012. Di jurnal itu juga disebutkan, saat mengeksplorasi Supiori di Pulau Numfor, barat laut Biak, mereka menemukan spesies pinang baru lain, Heterospathe porcata.
(Baca juga: artikel jurnal ilmiahjurnal biologijurnal tumbuhan)
Temuan ini bukan pertama kalinya bagi Charlie. Setahun lalu, ia memublikasikan temuan 7 spesies pinang baru, Areca bakeri, A churchii, A dransfieldii, A gurita, A mogeana, A triginticollina, dan A riparia,dimuat dalam Journal Phytotaxa pada 14 September 2011.
Terkait temuannya di Biak dan Supiori, Charlie mengatakan, buah Adonidia maturbongsii dapat dikonsumsi. Sementara ukuran pinang Hydriastele biakensis dan Heterospathe porcata terlalu kecil. Apalagi tempurung biji Heterospathe porcata juga terlalu keras untuk diremukkan gigi manusia.
”Untuk burung, biji Heterospathe porcata yang keras adalah ciri khas yang dimakan burung sebagai agen penyebar jenis palem ini,” ungkap pria yang juga Kepala Laboratorium Biologi Kehutanan dan Perlindungan Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua ini di Manokwari, Papua Barat.
Penemuan tiga jenis palem baru ini hasil kombinasi penelitian lapangan, analisis karakter morfologi di herbarium, dan analisis filogenetika molekuler di laboratorium. Tujuan tahapan ini untuk menentukan taksonomi atau sistematika tumbuhan.
”Selain itu, kepentingan pemahaman akan asal-usul dan sebaran tumbuh-tumbuhan di kawasan Malesia,” paparnya kepada Kompas, Selasa (2/10/2012). Kawasan Malesia merupakan wilayah geografi tumbuhan dari perbatasan Thailand dan Malaysia di sisi barat, melalui kepulauan Indonesia sampai ke kepulauan Solomon di Pasifik di sisi timur dan Filipina di sebelah utara, sampai perbatasan dengan Australia di sisi selatan.
Analisis filogenetika, Heterospathe porcata jadi satu-satunya jenis di dalam marga palem Heterospathe yang dijumpai di dataran rendah pada pulau lepas pantai di tanah Papua. Berdasarkan karakter morfologinya, jenis ini punya kekerabatan sangat dekat dengan Heterospathe elegans (Papua Niugini) dan Heterospathe longipes (Fiji).
Sementara Hydriastele biakensis punya kekerabatan sangat dekat dengan Hydriastele palauensis dari Pulau Palau di Samudra Pasifik, yang berjarak 1.000 km dari Pulau Biak.
Menurut Charlie, fungsi ekologis pinang-pinangan secara pasti belum dipahami benar, terutama di hutan alam. Namun, seperti tumbuhan lain, tumbuhan ini berperan menyusun ekosistem hutan serta fungsi-fungsi lain bagi kesuburan dan kestabilan tanah dan air, serta menciptakan iklim mikro. Biji pinang juga sumber makanan mamalia kuskus dan tikus.
Di Biak dan Supiori, di batuan karang berongga dan lapisan tanah tipis, palem-paleman ini beradaptasi baik.
Temuan ini menambah kaya jenis palem-paleman di dunia, mencapai 2.500 jenis. Dari jumlah ini, 500 jenis di Indonesia. Meski banyak, pinang jenis baru itu endemik Biak dan Supiori.
Flora Papua amat melimpah dan belum tergali. Kini, dampak pembangunan mengancamnya.



sumber