Jumat, 10 Agustus 2012

Kisah Penaklukan Pembebasan Eropa


Andalusia adalah sebuah negeri yang terletak di semenanjung Iberia, meliputai Spanyol dan Portugal sekarang. Negeri ini pernah dikuasai oleh bangsa Vandal semenjak abad 1 Masehi. Mereka datang dari utara skandinavia dan diperkirakan berasal dari Jerman. Dahulu negeri ini desebut dengan Vandalusia yang berarti tanah bangsa Vandal. Bangsa Vandal sangat terkenal dengan kebrutalan, kekejaman dan kejahatannya, sehingga dalam bahasa inggris kata Vandalisme identik dengan segala bentuk kekejaman, kejahatan, ekstrimis dan tindakan barbarian.
Kemudian sekitar Abad 5 Masehi datang bangsa Gothic Kristen menguasai negeri ini dan dikenal dengan kerajaan Visighotic Barat.

Orang islam menyebutnya dengan Wandalusia, kemudian hari menjadi Andalusia. Semua orang terheran kenapa begitu cepat terjadi perbaikan kondisi di negeri yang terkenal dengan Vandalisme ini setelah kedatangan islam.

Ketika itu Andalusia diperintah oleh Raja Roderic yang baru saja berhasil menggulingkan pemerintahan Ghaitasya. Roderic memerintah dengan sangat kejam, dimana para penguasa menjadi para tuan tanah, kemiskinan di seantero negeri, perampokan, kekerasan dan kezaliman di setiap tempat, pelecehan kehormatan dan pemerkosaan kepada kaum perempuan terjadi di mana-mana, kondisi yang sangat memprihatinkan setiap manusia yang memiliki hati nurani dan fitrah. Sehingga banyak diantara penduduk Andalusia melakukan eksodus ke Afrika utara yang dikuasai kaum muslimin saat itu.

Naiknya Roderic memberikan dampak Buruk kepada Julian (teman Ghaitasya) yang menguasai kota Sabtah (Ceuta) yang terletak di Maghrib (Maroko sekarang) sekitar 13 km dari Andalusia dengan dibatasi oleh laut.
Anak-anak Raja Ghaitasya meminta bantuan kepada Julian untuk membalas kematian ayah mereka dan mengembalikan harta yang dirampas oleh Roderic. Bahkan kekejaman Roderic menimpa keluarga Julian. Dikabarkan, anak perempuan Julian yang berada di Andalusia diperkosa oleh Roderic. Berita ini sampai kepadanya melalui surat yang yang dikirim puterinya yang bernama Florinda, Julian sangat marah kepada Roderic.

Melalui utusannya, Julian meminta bantuan kepada Thariq bin Ziyad, panglima islam dari bangsa Barbar yang menguasai kota Thanja (Tangier) atas amanah dari Musa bin Nushair, Gubernur Afrika utara. Kota ini terletak persis di sebelah kota Sabtah yang dikuasai Julian, satu-satunya kota Afrika utara yang belum dikuasai kaum muslimin.

Julian menawarkan tiga hal yang berisi penyerahan kekuasaan pelabuhan kota Sabtah kepada Thariq, penyediaan sejumlah kapal untuk membawa pasukan muslimin menyeberangi lautan menuju Andalusia serta gambaran geografis dan kondisi alam Andalusia yang akan menunjuki rute perjalanan pasukan, dengan harapan Thariq mau melakukan penyerangan ke Andalusia yang dikuasai Roderic dari kerajaan Visigothic.

Berita ini disampaikan Thariq di Qairawan kepada Musa bin Nushair selaku Gubernur Afrika utara. Demikian tadbir Allah mengatur kesuksesan niat Musa bin Nushair untuk menaklukan Andalusia, dengan mendatangkan bantuan dari musuhnya sendiri. Sebenarnya Musa sudah lama berniat menaklukan Andalusia, namun niatnya terhenti dengan keberadaan Julian di Sabtah, dan pasukan Romawi di pulau Biliar. Selain itu dia tidak memiliki cukup kapal untuk membawa pasukan muslimin menyeberangi lautan, apa lagi pasukan muslimin terpencar di berbagai belahan bumi Afrika utara, yang suatu saat bisa saja terjadi pemberontakan apabila mereka ditarik dari posisi, ditambah Musa tidak mengetahui geografis Negara Andalusia.

Selaku gubernur, Musa menyampaikan berita tersebut kepada pimpinan struktur tertinggi, khalifah Al-Walid bin Abdul Malik di Damaskus dan meminta restunya. Khalifah mengizinkan rencana penaklukan ini dengan catatan, kaum meuslimin harus melakukan survey langsung guna menghindari tipu daya dan konspirasi yang mungkin saja disiapkan dalam tawaran Julian.

Bulan Ramadhan tahun 91 H, Musa mengirim 500 orang pasukan ke Andalusia dipimpin Tharif bin Malik untuk melakukan ekspedisi ke Andalusia. Mereka mendarat di sebuah pantai yang sekarang disebut Tarifa.
Setelah suksesnya Tharif dalam ekspedisi ini, selama setahun penuh Musa mempersiapkan 7.000 prajurit yang mayoritas muslim Barbar.
Tepat bulan Sya'ban tahun 92 H pasukan muslimin di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad mendarat di dekat sebuah gunung karang yang kemudian hari dinamakan Jabal Thariq (gibraltar).

Mereka dihadang oleh sekelompok penjaga dari pasukan Visigothic di daerah Jazirah Khadra' (pulau hijau). Sebelum dimulai pertempuran, Thariq menawarkan islam kepada mereka, atau membayar jizyah. Kesombongan merasuki pasukan penjaga tersebut, pertempuran berkecamuk dan berakhir dengan kemenangan di tangan kaum muslimin. Ini adalah permulaan pertempuran dimana pasukan Roderic yang sesungguhnya belum turun.

Pemimpin Gothic di daerah itu langsung mengirim surat kepada Roderic di Toledo, memberitakan tentang pertempuran yang baru terjadi. Dia mengatakan, "Bantulah kami hai Roderic!. Sungguh telah datang kepada kami satu kaum, kami tidak tahu apakah mereka penduduk bumi atau penduduk langit!?".

Merespon hal tersebut Roderic langsung menyiapkan 100.000 tentara berkuda lengkap dengan peralatan perang untuk menggempur 7.000 pasukan yang dipimpin Thariq.

Melihat realita di lapangan, Thariq meminta bantuan kepada Gubernur Musa di Qairawan untuk mengirim bala bantuan. Musa mengirim 5.000 pasukan dipimpin oleh Tharif bin Malik. sehingga pasukan Thariq semuanya berjumlah 12.000 tentara pejalan kaki.

Thariq mencari tempat strategis untuk menempatkan pasukannya dekat sungai Guadalete, sebagai arena pertempuran terbuka melawan pasukan Visigothic,. Di lembah ini Jendral Thariq yang Ahli strategi menjadikan bagian belakang sampai ke kanan mereka adalah gunung yang melindungi pasukan dari serangan pasukan Roderic yang datang dari arah selatan sampai timur lembah. Pada bagian kiri terdapat sebuah danau atau sungai Guadalete dan Thariq menempatkan sejumlah pasukan dipimpin Tharif untuk menjaga bagian belakang mereka, sehingga yang terbuka hanya bagian depan.

Dari jauh kelihatan Roderic datang penuh kesombongan memakai mahkota emas dan baju kebesaran dihiasi emas sambil duduk di atas singgasa berlapis emas, membawa 100.000 tentara berkuda dengan beberapa keledai yang membawa tali guna mengikat kaum muslimin untuk dijadikan budak selepas perang.

Tepat pada 28 Ramadhan 92 H bertemulah dua kelompok besar. Pasukan muslimin yang selalu mencari syahid dan keridhaan Tuhan mereka bertemu pasukan salib Kristen yang selalu mencari kehidupan dunia dan melakukan dosa kepada Tuhan mereka.

Sejarah mencatatnya dengan nama perang Wadi Barbath atau pertempuran Guadalete. Berlangsung selama 8 hari berturut-turut, Lautan tentara bergantian menyerang kaum muslimin, namun mereka melewati hari-hari sulit itu, dengan sabar dan pengorbanan.

Pertempuran akhirnya dimenangkan oleh kaum muslimin dengan 3.000 orang syahid. Banyak yang tewas dari pasukan salib. Roderic sendiri dikabarkan tewas di pertempuran. Meski ada yang menyebutkan dia melarikan diri dengan sisa tentaranya. Tetapi kehancuran besar melumpuhkan pasukan salib.

Pasukan muslimin mendapatkan harta rampasan yang tak ternilai. Mereka menjadi pasukan berkuda dimana sebelumnya mereka adalah pasukan pejalan kaki.

Dari Guadalete (wadi barbath), Thariq langsung menuju utara menaklukan kota Seville.. Meskipun kota ini memiliki benteng yang kokoh dan pertahanan yang kuat, namun mudah dan tanpa perlawanan Thariq menguasainya. Rupanya kemenangan dan kehebatan pasukan Thariq tersebar ke seluruh Eropa. Sesuai sabda Rasullullah Saw “Aku dimenangkan oleh Allah dengan ketakutan (yang dilemparkan kepada hati musuh) dengan perjalanan satu bulan”. Penduduk kota Seville bersedia membayar jizyah satu dinar setiap tahun kepada kaum muslimin.

Setelah Seville, Thariq menuju kota Astoja untuk penaklukan. Kejadian yang sama di Seville terjadi kembali. Penduduk Astoja memilih perdamaian dengan membayar jizyah dari pada masuk ke medan perang.
Dari kota ini Thariq melakukan hal yang sangat cemerlang. Dia membagi pasukannya kepada beberapa kelompok batalion yang terdiri sekitar 700 tentara di setiap batalionnya. Batalion-batalion tersebut disebar untuk menguasai bagian selatan Andalusia yang terdiri dari kota Cordoba, Granada, Malaga dan Murcia. Satu persatu kota-kota tersebut jatuh ke tangan kaum muslimin.

Sementara Thariq dengan pasukan utama menuju utara untuk menaklukkan Toledo, ibu kota kerajaan Visigothic yang terkenal sangat kokoh dengan benteng yang kuat di bagian selatan kota, dikelilingi oleh gunung-gunung besar di timur, utara dan barat kota. Namun untuk kesekian kalinya Thariq dapat menguasai kota Eropa dengan mudah dan penduduknya bersedia membayar jizyah seperti penduduk kota lainnya. Kemudian Thariq menaklukan kota Jaen.

Ketika itu datang perintah dari Gubernur Musa untuk menunggu kedatangannya di Toledo atau Jaen. Dia khawatir terjadinya pengepungan kekuatan Kristen terhadap pasukan muslimin yang hanya berkekuatan 9.000 prajurit.

Di dunia islam juga tersebar berita kemenangan besar Thariq dan pasukannya di Eropa. Hal ini membangkitkan semangat kaum muslimin untuk bergabung berjihad. Musa mampu mengumpulkan pasukan sebanyak 18.000 prajurit terdiri dari orang Arab Hijaz, Yaman, Syam, Iraq dan sekitarnya.

Setelah melewati selat Gibraltar, Musa mendapati apa yang dikhawatirkannya benar terjadi di Seville. Para pembesar Seville mengingkari janji dan sedang mengumpulkan kekuatan besar untuk menikam Thariq dari belakang. Tapi mereka dikagetkan kedatangan Musa yang sudah mengepung Seville. Kepungan berlangsung selama beberapa bulan dan akhirnya jatuh ke tangan muslimin.

Dari sini Musa melewati rute yang belum ditempuh Thariq menuju arah barat Andalusia (Portugal sekarang). Kota Merida menjadi sasaran pertama. Selama beberapa bulan pasukannya mengepung kota tersebut. Tepat pada hari raya idul fitri Musa dapat menguasai Merida. Dari tempat ini dia mengirim anaknya Abdul Aziz bin Musa untuk menyempurnakan penaklukan daerah barat Andalusia dan lengkap sudah penaklukan Portugal. .

Bulan Dzul Qaidah 94 H, setelah setahun lamanya melakukan penaklukan di daerah barat Andalusia, Musa akhirnya bertemu dengan Thariq bin Ziyad dengan penuh kehangatan setelah dua tahun berpisah. Dia menegur perbuatan Thariq yang tidak patuh kepada perintah atasan untuk menetap dan tidak bergerak dari kota Toledo atau Jaen. Petemuan itu tidak seperti yang disebutkan oleh sejarawan barat bahwa ketika Musa bertemu Thariq, dia mencercanya dengan keras, mengikat dan mencambuknya sebagai hukuman dari pelanggaran perintahnya.

Musa dan Thariq bersama-sama menuju utara Andalusia dan menaklukan kota Barcelona dan Zaragoza. Musa mengirim pasukan ekspedisi ke arah timur laut, melewati pegunungan Pyrenia yang membatasi Andalusia dengan Perancis. Pasukan ini mampu menaklukan kota Arbuna, bahkan ada yang sampai masuk ke daerah barat daya Negara Perancis.

Kemudian Musa bergerak menuju barat laut Andalusia dan mengepung kawasan teluk Biscay. Namun sebelum pasukannya menaklukan daerah tersebut, pada akhir tahun 95 H datang surat perintah dari Khalifah Al-Walid untuk kembali ke Damaskus, setelah tiga tahun setengah menguassai berbagai daerah di Andalusia. Musa merasa bersedih karena dia masih ingin mewujudkan impiannya untuk menaklukan seluruh Eropa dari Andalusia, lalu Perancis, Italia, Yugoslavia, Rumania, Bulgaria dan Turki unruk menaklukan Konstantinopel ibu kota Byzantium (Romawi Timur) dari arah Eropa, dan membuktikan hadits Rasulullah yang berbunyi “Sungguh Konstantinopel akan ditaklukan. Maka sebaik-baik pemimpin adalah oemimpinnya dan sebaik-baik tentara adalah tentara tersebut”

Khalifah Al-Walid khawatir dengan kehancuran yang mungkin terjadi terhadap pasukan muslimin berjumlah sedikit dibandingkan kekuatan kristen yang menyebar di Eropa.

Dengan jiwa kesatria penuh kepatuhan dan ketaatan kepada khalifah, Musa yang sudah berumur 75 tahun itu kembali ke Damaskus ditemani Thariq bin Ziyad.

Di Damaskus, dia mendapatkan Al-Walid dalam kondisi sakit. Selang tiga hari Khalifah meninggal dunia dan digantikan oleh saudaranya Sulaiman bin Abdul Malik, yang juga sependapat agar Musa dan Thariq tidak kembali ke Andalusia. Satu tahun lamanya menetap di Damaskus, Musa rindu untuk melaksanakan ibadah haji. Pada tahun 97 H dia berangkat haji menemani Khalifah Sulaiman. Di tengah perjalanan kakek tua berusia 76 tahun itu berdoa “Ya Allah. Apabila Engkau menghendaki saya hidup, maka kembalikanlah saya ke medan jihad dan wafatkanlah saya dalam keadaan syahid. Jika Engkau menginginkan selain itu, maka wafatkanlah saya di kota Rasulullah (Madinah)”.

Setelah melaksanakan haji dan melakukan ziarah ke Madinah, beliupun menemui ajalnya di kota Rasulullah tersebut. Allah mengabulkan permintaannya dan ini menunjukkan ketaqwaan dan kebenaran imannya.

Sementara itu Thariq bin Ziyad tidak ada kabar setelah kedatangannya ke Damaskus. Disebutkan dia meninggal di sana pada tahun 102 H. Dalam riwayat lain dikabarkan dia kembali dan meninggal di Andalusia.

Tidak cukup dengan tulisan ini menggambarkan masa 805 tahun umat islam memerintah di Andalusia. Ketika itu islam sudah masuk sampai ke 75 persen Negara Perancis sampai 30 km sebelum Paris, seperti kota Arla, Podo, Tolusha, Tours dan kota Poatche. Sampai umat islam terpecah oleh fanatisme dan konflik internal yang membawa kehancuran dan berakhirnya eksistensi islam di Eropa. Namun tidak bisa dipungkiri sumbangan islam dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi bagi Renaisance dan kemajuan Eropa Modern yang berasal dari peradaban Andalusia. (dil-borneo.co.cc)