Dari kejadian ini, dan kejadian-kejadian
gempa lainnya, ada salah satu hal yang selalu mengusik kita dalam
kaitannya dengan bangunan/gedung di daerah gempa. Yaitu, bisa nggak sih
sebuah bangunan itu dibuat benar-benar tahan gempa (besar) seperti yang
terjadi di Padang itu…?
Ternyata, baru-baru ini peneliti telah
berhasil membuat desain sebuah sistem struktur baru untuk gedung tahan
gempa yang bahkan diyakini mampu bertahan saat gempa berkekuatan besar
sekalipun.
Wow, ini dia…!
Sebuah metode baru konstruksi yang menggunakan baja tendon dan “sekering” (fuses)
yang bisa diganti agar bisa membantu sebuah bangunan untuk bertahan
terhadap gempa bumi kuat baru-baru ini telah berhasil diuji coba,
begitu yang saya baca dari situs LiveScience.
Pada saat ujicoba, gedung ditempatkan di
atas sebuah meja raksasa. Meja tersebut kemudian digoyang-goyang sebagai
simulasi sebuah gempa besar berkekuatan lebih dari 7 skala Richter. Dan
hasilnya, gedung itu bisa bertahan.
*
Seperti listrik, sistem ini punya ‘Sekering’ (Fuses)
Penjelasan sistem kerja desain gedung tahan gempa ini adalah sebagai berikut.
Bangunan pada sistem baru ini bersandar pada sebuah rangka baja (steel braced-frames) yang dibuat pada bagian eksterior bangunan. Rangka baja ini dirancang untuk bisa bergoyang ke atas dan ke bawah saat serangan gempa terjadi. Di tengah rangka baja ini terdapat tendon (urat) baja yang bergerak elastis untuk mengendalikan goyangan. Tendon ini juga berfungsi untuk mengembalikan posisi bangunan ke tempat semula saat getaran gempa sudah berhenti.“Apa yang unik adalah, berbeda dengan sistem konvensional, rangka baja ini benar-benar bergoyang terpisah dari pondasi saat terjadi gempa besar,” begitu kata Deierlein si kepala peneliti.‘Sekering’ baja juga turut menjaga bangunan dari kerusakan. Sekering ini berfungsi untuk menyalurkan energi gempa agar bisa membatasi kerusakan hanya pada area tertentu. Sekering ini, seperti sekering listrik, bisa diganti bila rusak.Ide dari sistem struktur ini sebenarnya adalah untuk mengkonsentrasikan kerusakan pada sekering yang dapat diganti.
Hmmm… bahasanya terlalu teknis ya? Iya
Gini aja deh. Sepertinya lebih jelas kalau ada gambar. Yuuuk…
Pada gambar skematik di atas terlihat yang berwarna merah adalah rangka baja utama (steel braced-frame).
Warna putih adalah simulasi gedung tiga lantai. Warna kuning adalah
sekering yang terletak di dasar rangka (gambar inset). Di depan dan
belakang sekering terdapat kabel baja vertikal untuk menarik gedung ke
posisi semula saat gempa berhenti.
Sekering baja (foto atas) yang berfungsi
untuk menyalurkan energi gempa dan menyerap kerusakan yang
ditimbulkannya. Kalau sudah rusak, sekering ini bisa diganti.
Supaya lebih jelas lagi, silahkan simak tayangan ‘bioskop’ di bawah ini
http://www.youtube.com/watch?v=Bhroz0_n2k4&feature=player_embedded
Gimana, cukup canggih ‘kan?
Sebenarnya sih, sebelumnya sudah banyak
dirancang dan bahkan dibangun gedung tahan gempa. Sayangnya
gedung-gedung itu biasanya mengalami kerusakan berat saat terjadi gempa,
sehingga kalau pun bisa diperbaiki memerlukan biaya mahal.
“Sebagian besar bangunan saat ini yang
kita desain untuk menghadapi gempa bumi besar dirancang sedemikian rupa
sehingga ketika ada gempa besar, bangunan itu dikorbankan untuk
menyelamatkan para penghuninya,” kata Greg Deierlein, seorang profesor
teknik sipil dan lingkungan di Stanford University yang memimpin tim
peneliti.
Kalau dengan sistem baru seperti yang
dijelaskan sebelumnya, diharapkan kerusakan yang terjadi pada bangunan
(dan tentunya juga keselamatan penghuninya) bisa diminimalisir. Jadi
sistem ini diyakini bisa lebih ekonomis dan tentunya lebih aman.
Layakkah buat diwujudkan…?
Sistem ini dapat diinstal sebagai bagian
dari desain awal bangunan atau bisa juga dipasang pada bangunan yang
sudah ada. Secara ekonomis juga layak, karena dapat dibuat dari
bahan-bahan yang biasa digunakan dalam konstruksi, begitu kata
penelitinya.
OK deh kakak…
Yah, mungkin desain ini masih perlu
pengembangan. Saya sih nggak terlalu ngerti juga. Walaupun begitu, ini
pastinya jadi teknologi yang bagus buat ke depannya. Mungkin sih kalau
benar-benar diimplementasikan biayanya juga nggak semurah itu.
Tapi, mahal mana gedung sama nyawa manusia?