Senin, 06 Agustus 2012

CUKUP DAN TAK CUKUP


Di suatu siang di dalam masjid, saya berbincang tentang kehidupan dengan seseorang. Dia dikaruniai dua pasang kaki yang tidak sempurna. Meski sekilas orang akan mengasihinya, bisa jadi justru kitalah yang mungkin layak dikasihani. Kenapa ? Karena, lelaki yang mempunyai raut muka tegar itu menyimpan segudang kehebatan yang kadang tak dimiliki sosok manusia sempurna secara fisik. Kehebatannya adalah dia tak pernah mengeluh sepanjang hidupnya, karena mengeluh itu sifat terlemah dari manusia. Kekurangan pada dirinya ia syukuri sehingga melahirkan prasangka positif dan fikirannya kreatif untuk mencari rizki. Dia membuat kerupuk singkong yang dijajakan dan hasilnya dapat menafkahi anak-istrinya dengan cara dan jalan terhormat. Lain halnya dengan sahabat yang bersua dalam perjalanan, ia mengeluh karena gajinya hanya Rp 3 juta. Menurut penuturannya, gaji sebesar itu tidak cukup untuk bayar cicilan motor, susu anaknya, bayar kontrakan rumah, listrik dan lain-lain. Dia mengaku perlu gaji Rp 6 juta untuk dapat hidup cukup. Saya masih ingat dulu sahabatku ini mengeluh punya gaji Rp 1 juta dan ingin Rp 3 juta. Ketika Allah mengabulkan keinginannya, sekali lagi saya mendengar ia masih mengeluh. Bahkan pada saat mulai masuk kerja pertama kali, gajinya hanya Rp 300 ribu sebagai penjaga malam. Saya ingat, dulu ia tak mengeluh dengan Rp 300 ribu itu.



Menyikapi fenomena ceritera di atas, saya ingat akan ayat Allah, "Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila ditimpa kesusahan, dia berkeluh kesah dan apabila mendapatkan kebaikan (harta) dia menjadi kikir. Kecuali orang-orang yang melaksanakan sholatnya dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu bagi orang miskin yang meminta dan tidak meminta dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan dan orang-orang yang takut terhadap azab tuhannya" (Al-Ma'aarij ayat 19-27).

Ternyata Allah sudah memberikan gambaran kepada kita mengenai karakter asli manusia. Bahkan, tatkala keluhan itu terjawab dengan karunia kenikmatan (harta), kecenderungannya menjadi kikir. Begitu banyak orang menjadi sombong, bahil dan kufur terhadap nikmat yang telah diberikan Allah. Ya dari jaman Musa dan Fir'aun, Qorun, Abu Lahab, Abu Jahl hingga saat ini. Saat kita merasa kekurangan, miskin atau tidak mampu dalam hal harta dan kekuasaan, kerap kita berdoa minta harta yang cukup dan jabatan yang pantas. Setelah semua itu terpenuhi, ternyata tidak cukup memuaskan karena tumbuh keinginan-keinginan baru yang ingin dicapainya. Sungguh, jika tabiat mengeluh ini terus dipupuk, maka sangat membahayakan kehidupan kita di dunia dan akherat. Maka, mari kita bersyukur atas apapun yang kita terima hari ini dan dalam kondisi sulit sekalipun.