Sejumlah ilmuwan, tentunya non-Muslim, menganggap
bahwa Nabi Muhammad itu sesungguhnya tidak ada. Namun bukti berupa
teks yang ditulis di atas papirus memberikan bukti sebaliknya.
Sebagaimana dilansir Radio Netherlands, Petra Sijpesteijn pakar bahasa
Arab dari Universitas Leiden yang mengkhususkan diri mengkaji teks-teks
papirus, menyatakan tidak setuju dengan pendapat para koleganya yang
mengatakan Nabi Muhammad tidak pernah ada.
Kelompok yang dijuluki para "revisionis" mengatakan bahwa orang-orang
Arab sebenarnya cuma kelompok tak terorganisir yang kebetulan berhasil
menguasai setengah dunia. Dan Islam diduga baru diciptakan dua ratus
tahun kemudian di Iraq.
Sijpesteijn berkata, "Teks-teks papirus menunjukkan bahwa serangan
tentara Arab dilakukan dengan cermat dan terorganisir. Orang Arab
melihat diri sendiri sebagai penakluk dengan misi relijius. Mereka
ternyata juga punya pandangan relijius - mereka menjalankan dan menjaga
elemen-elemen penting Islam yang nantinya juga dimiliki dan diyakini
Muslim pada abad-abad selanjutnya."
Ribuan lembar papirus telah ditemukan di bawah timbunan pasir di Mesir
dan wilayah Timur Tengah lainnya. Namun seringkali sulit dibaca, selain
karena sebagian telah sobek juga ditulis dalam bahasa Arab dengan
dialek setempat. "Namun siapa pun yang bisa membacanya, punya akses
meneliti kehidupan sehari-hari masyarakat Arab di periode awal islam,"
kata Sijpesteijn.
Papirus adalah sejenis kertas kuno yang biasa dipakai dalam kehidupan
sehari-hari, misalnya untuk transaksi dagang, korespondensi pribadi,
dan semacamnya. Bangsa Mesir dipercaya sebagai orang yang pertama kali
membuat dan menggunakan papirus.
Di salah satu lembar papirus yang ditulis sekitar tahun 725 Masehi menyebut kata Muhammad dan Islam.
Lembar-lembar papirus itu juga membuktikan bahwa sejak dulu sudah ada
dialog tentang makna menjadi Muslim yang baik, perintah haji dan zakat.
Bagi ilmuwan Belanda itu, sumber sejarah Islam berupa papirus sangatlah
penting. "Papirus pada kenyataannya merupakan satu-satunya sumber
kontemporer untuk sejarah 200 tahun pertama Islam," kata perempuan yang
menerima 1 juta euro dari Lembaga Penelitian Eropa untuk melanjutkan
penelitiannya itu. Data-data yang ditemukannya mengkonfirmasi cukup
banyak sumber resmi Islam. (kaskus)