Makkah dipercaya telah ada sejak Nabi Adam AS.
Seluruh
umat Islam di seluruh dunia, tentunya mengenal Makkah, yakni kota
kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dan di kota Makkah terdapat Ka’bah (Bayt
Allah) yang menjadi kiblat shalat umat Islam. Setiap tahun, ketika musim
haji tiba, jutaan umat manusia dari berbagai bangsa dan negara, hadir
di kota ini untuk melaksanakan ibadah haji.
Makkah merupakan sebuah kota yang berusia sangat tua. Lebih tua
dibandingkan kota lain seperti Mesir, Irak, Iran, Yaman, Madinah, dan
lainnya. Kota ini, telah dikenal sebelum Islam, yakni sejak zaman Nabi
Ibrahim
Alaihissalam (AS).
Namun demikian, menurut Junaidi Halim dalam bukunya
Makkah-Madinah dan Sekitarnya, Kota Makkah adalah kota tertua di dunia. Bahkan, ia sudah ada sejak zaman Nabi Adam
Alaihissalam.
Konon, Nabi Adam dahulunya diturunkan ke bumi adalah di Makkah,
sedangkan Siti Hawa di Jeddah. Namun, ada pula yang menyebutkan Nabi
Adam diturunkan di Irak, di Sri Lanka, India, dan lainnya.
Junaidi Halim menyatakan, batas Kota Makkah merupakan tempat
berbarisnya para Malaikat, ketika Nabi Adam meminta perlindungan dari
godaan Iblis, setelah diturunkan dari Surga. Batas-batas itu adalah
sekitar 7 kilometer (km)
Masjid al-Haram dari utara, 13 km ke arah selatan, 25 km dari arah barat dan 25 km dari arah timur.
Menurut Sami bin Abdullah al-Maghluts, dalam bukunya
Atlas Sejarah Nabi dan Rasul,
Nabi Ibrahim diperkirakan hidup pada 1997-1822 Sebelum Masehi (SM).
Dan, bila merujuk pada masa hidup Nabi Ibrahim itu, hingga kini Kota
Makkah telah berusia sekitar 40 abad.
Sebagaimana dikisahkan, Nabi Ibrahim dan istrinya, Siti Hajar beserta
putranya, Ismail AS pindah dari Palestina ke Makkah. Dan di kota Bakkah
atau Makkah ini, Allah SWT memerintahkan Ibrahim dan Ismail AS untuk
membangun ka’bah sebagai tempat ibadah.
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat
beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang
diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS Ali Imran [3]: 96).
Ayat ini menunjukkan bahwa Bakkah atau Makkah telah ada sejak dahulu.
Hal ini juga diakui oleh Sayyid Muzaffaruddin Nadvi, dalam bukunya
A Geographical History of the Qur’an
(Sejarah Geografi Alquran). Nadvi menyebutkan, bangsa Arab adalah
bangsa yang tua. Saking tuanya, tak banyak sejarah menuliskannya.
Namun demikian, bangsa Arab, khususnya Makkah, terdiri atas dua
kelompok, yakni kelompok yang masih berdarah murni, dan yang sudah
bercampur. Kelompok pertama adalah keturunan Joktan atau Qahtan, putra
Eber. Sedangkan kelompok kedua adalah keturunan Ismail, putra Nabi
Ibrahim AS dengan Siti Hajar. Namun, ada pula yang menyebutkan,
sesungguhnya bangsa Arab, dan Makkah khususnya, adalah keturunan Nabi
Ismail AS.
Ketika Ibrahim mengajak istrinya hijrah ke Makkah, Ismail yang ketika
itu masih bayi juga diikutsertakan. Saat itu, kondisi Makkah masih
berupa gurun sahara yang luas, berpasir, dan daerahnya dikelilingi oleh
gunung-gunung atau bukit-bukit yang tandus.
Kondisi Makkah yang gersang dan tandus ini, terungkap dalam doa Nabi Ibrahim.
“Ya Tuhan Kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku
di lembah yang tidak memiliki tanam-tanaman di dekat rumah Engkau
(Baitullah) yang dihormati.” (QS Ibrahim [14]: 37).
Ibnu Katsir menyebutkan di dalam kitab
al-Bidayah wa al-Nihayah
bahwa Ismail AS memperistri putri Madhadh bin ‘Amr al-Jurhumi dan
memiliki 12 orang putra, yakni Naabit, Qaidaar, Adbaa’iil, Mabsyaam,
Masymaa’ Dumaa, Misyaa, Hadad, Yatma, Yathur, dan Nafiis, serta
Qaidamaan. Dari 12 putra ini, kata Ibnu Katsir, dua orang di antaranya,
yakni Naabit dan Qaidzar yang menurunkan seluruh kabilah Arab Hijaz.
Naabit adalah putra dari saudara perempuan kabilah-kabilah Jurhum.
Jurhum mendominasi rumah tangga seluruhnya karena ketamakan terhadap
kemenakan mereka. Mereka kemudian menguasai Mekkah dan sekitarnya
menggantikan Bani Ismail dalam jangka waktu yang lama.
Karena itu, sebagian besar peneliti dan ahli tafsir meyakini,
sesungguhnya suku-suku dan kabilah-kabilah Arab itu semuanya berasal
dari keturunan Nabi Ismail. Dan Ismail diperkirakan hidup sekitar tahun
1940-1800 SM.
Bahkan, dalam kitab
Perjanjian Lama dan karya-karya sastra
klasik, bangsa Arab sudah ada sejak zaman dahulu (purba). Sejumlah
penelitian arkeologi dan dalam karya sastra Eropa, telah disinggung
hasil bumi dan pertanian bangsa Arab.
William Shakespeare (1564-1616 M), pujangga Inggris, dalam salah satu
karyanya menyebutkan: “Segala wewangian Arab takkan mempermanis tangan
kerdil ini.”
Hal yang sama juga diungkapkan Milton (1608-1674 M), seorang penyair
Inggris. “… di laut lepas angin timur berhembus; Semerbak Saba dari
pantai yang hangat; Dari Arab yang penuh rahmat.”
Ini menunjukkan, pada zaman dahulu, bangsa Arab dan Makkah khususnya,
telah dikenal luas oleh masyarakat sebagai sebuah bangsa yang terkenal
akan kejayaannya.
Memang, tak banyak sejarah yang mengungkapkan periodisasi Kota
Makkah, setelah Nabi Ismail AS. Selang 25 abad kemudian atau sekitar
abad ke-5 Masehi (420 M), keberadaan Kota Makkah mulai terkuak, yaitu
pada masa Qushay bin Kilab, kakek kelima Nabi Muhammad SAW.
Qushay mempunyai beberapa anak, salah satunya Abdi Manaf bin Qushay.
Abdi Manaf mempunyai beberapa anak, di antaranya Hasyim (Bani Hasyim).
Dari bani Hasyim inilah yang menurunkan Abdul Muthalib dan menurunkan
Abdullah, ayah Nabi Muhammad SAW.
Mengenai nasab Rasulullah SAW ini sebagaimana diterangkan dalam hadis
shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan At-Tirmidzi. Rasulullah
SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah memilih Ismail dari anak Ibrahim dan
memilih Kinanah dari anak Ismail dan memilih Quraisy dari Bani Kinanah
dan memilih Bani Hasyim dari Quraisy dan memilihku dari Bani Hasyim.”
Pada masa itu, Qushay dikenal sebagai salah satu pemimpin suku
Quraisy. Suku Quraisy dinisbatkan pada keturunan bani Kinanah, yakni
Quraisy bin Fihr bin Malik bin Nadhor bin Kinanah. Qushay mendapat tugas
sebagai pemegang kunci sekaligus pemelihara Ka’bah. Dan dari Qushay ini
kemudian pemeliharaan Ka’bah dilanjutkan oleh keturunannya, hingga
Abdul Muthalib.
Dan pada abad ke-6 (571) Masehi, Kota Makkah makin terkenal ke
seantero dunia. Karena pada saat itulah, penghulu para Nabi, yakni
Muhammad SAW dilahirkan.
(Tulisan ini sudah pernah dipublikasikan di Republika, edisi 6 September 2009 dan 31 Januari 2010)