Aku ingin jadi presiden...!!!
Aku ingin jadi dokter...!!!
Aku ingin jadi insinyur...!!!
Itulah sekelumit teriakan dari anak-anak ketika ditanya mau jadi apa jika besar nanti. Memang tidak ada yang salah dari ungkapan ataupun terikan anak-anak yang mempunyai keinginan, baik secara spontan maupun tertanam untuk menyebutkan keinginannya jika sudah besar nanti karena dalam peribahasapun dikatakan "gantungkanlah cita-citamu setinggi bintang di angkasa". Cita-cita juga berkaitan dengan bakat maupun kecerdasan dan bakat itu ada yang memang bawaan dari lahir dan adapula bakat yang memang bisa diasah. Namun keluar dari konteks bakat dan kecerdasan, ada hal yang tidak bisa kita lupakan yaitu keberuntungan.
Dunia berubah, jaman berganti, ilmu pengetahuan berkembang dan teknologipun banyak ditemukan. Bila dulu kita hanya mengenal tes IQ (Intelegence Quation) dan EQ (Emotional Quotion) kemudian ada pendatang baru yaitu tes ESQ (Emotional Spiritual Quotion) yang dijadikan ukuran untuk mengetahui sejauh mana kecerdasan seseorang baik secara jasmani maupun rohani. dan metode yg digunakan psikolog pun juga semakin maju untuk mengetahui tingkat kecerdasan seseorang. yang terbaru ditemukan metode Brain Child Learning, yaitu metode yang digunakan untuk mendeteksi bakat anak sejak usia dini melalui sidik jari.
Sidik jari adalah sesuatu yang unik, setiap manusia di dunia memiliki sidik jari yang berbeda beda.
Potensi dan bakat terpendam anak kini bisa dideteksi hanya melalui pemindaian sidik jari. Teknik itu bisa membaca kelebihan dan kekurangan anak serta solusinya dengan tingkat akurasi 95 persen. Setiap anak memiliki keunikan, bakat, dan kelebihan masing-masing sejak dilahirkan ke dunia. Kebanyakan orang tua tentu saja ingin mengetahui potensi bawaan dan bakat terpendam anaknya agar mereka bisa menentukan metode pendidikan yang sesuai bagi sang anak.
Menurut Jason Teo, Chief Operating Officer (COO) Brain Child Leaming(BCL),teknologj dmnaro-glyphics (teknologi memindai 10 jari manusia) dapat dipakai untuk membuktikan seberapa besar kapasitas yang dimiliki anak sejak lahir, mengetahui potensi bawaan, serta bakat terpendam anak. Teknologi tersebut, lanjut Jason, mulanya dikembangkan di Harvard University, Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat (AS).
Aku ingin jadi dokter...!!!
Aku ingin jadi insinyur...!!!
Itulah sekelumit teriakan dari anak-anak ketika ditanya mau jadi apa jika besar nanti. Memang tidak ada yang salah dari ungkapan ataupun terikan anak-anak yang mempunyai keinginan, baik secara spontan maupun tertanam untuk menyebutkan keinginannya jika sudah besar nanti karena dalam peribahasapun dikatakan "gantungkanlah cita-citamu setinggi bintang di angkasa". Cita-cita juga berkaitan dengan bakat maupun kecerdasan dan bakat itu ada yang memang bawaan dari lahir dan adapula bakat yang memang bisa diasah. Namun keluar dari konteks bakat dan kecerdasan, ada hal yang tidak bisa kita lupakan yaitu keberuntungan.
Dunia berubah, jaman berganti, ilmu pengetahuan berkembang dan teknologipun banyak ditemukan. Bila dulu kita hanya mengenal tes IQ (Intelegence Quation) dan EQ (Emotional Quotion) kemudian ada pendatang baru yaitu tes ESQ (Emotional Spiritual Quotion) yang dijadikan ukuran untuk mengetahui sejauh mana kecerdasan seseorang baik secara jasmani maupun rohani. dan metode yg digunakan psikolog pun juga semakin maju untuk mengetahui tingkat kecerdasan seseorang. yang terbaru ditemukan metode Brain Child Learning, yaitu metode yang digunakan untuk mendeteksi bakat anak sejak usia dini melalui sidik jari.
Sidik jari adalah sesuatu yang unik, setiap manusia di dunia memiliki sidik jari yang berbeda beda.
Potensi dan bakat terpendam anak kini bisa dideteksi hanya melalui pemindaian sidik jari. Teknik itu bisa membaca kelebihan dan kekurangan anak serta solusinya dengan tingkat akurasi 95 persen. Setiap anak memiliki keunikan, bakat, dan kelebihan masing-masing sejak dilahirkan ke dunia. Kebanyakan orang tua tentu saja ingin mengetahui potensi bawaan dan bakat terpendam anaknya agar mereka bisa menentukan metode pendidikan yang sesuai bagi sang anak.
Menurut Jason Teo, Chief Operating Officer (COO) Brain Child Leaming(BCL),teknologj dmnaro-glyphics (teknologi memindai 10 jari manusia) dapat dipakai untuk membuktikan seberapa besar kapasitas yang dimiliki anak sejak lahir, mengetahui potensi bawaan, serta bakat terpendam anak. Teknologi tersebut, lanjut Jason, mulanya dikembangkan di Harvard University, Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat (AS).
Selanjutnya
BCL mengembangkan teknologi dermatoglyphics selama 15 tahun untuk
disesuaikan dengan kebutuhan tes bagi anak-anak di Asia. Dilihat dari
cara kerjanya, teknologi yang berupa perangkat lunak itu menghitung
jumlah garis dalam sidik jari manusia. Setelah itu, software akan
mengukur derajat antara pertemuan garis dan pusat pada motif garis di
jari. Seusai pengukuran, perangkat lunak tersebut akan menganalisis
karakter seseorang berdasarkan jenis sidik jari. Secara umum, jenis
sidik jari manusia ada empat macam, yaitu whorl (W), ulnar loop (U),
radial loop (R), dan arch (A). Orang dengan jenis sidik jari whorl
biasanya memiliki karakter independen, kompetitif, keras kepala, dan
proaktif. Karakter orang yang memiliki jenis sidik jari ulnar loop
biasanya emosional, memiliki kemampuan adaptasi yang cepat, serta mudah
berinteraksi. Orang yang memiliki jenis sidik jari radial loop biasanya
cenderung egois dan memiliki pemikiran terbalik. Adapun karakter orang
yang memiliki jenis sidik jari arch cenderung praktis, realistis,
efisien, tetapi konservatif.
Kombinasi Amerika-Asia
Jason
mengatakan perangkat lunak dermatoglyphics tersebut dapat mengenali
karakter seseorang sesuai dengan data base yang sebelumnya memang sudah
dimasukkan saat pempro-graman. Basis data itu dibangun berdasarkan data
statistik, ilmu dermatoglyphics, dan ilmu genetik.
Data
statistik perangkat lunak dermatoglyphics itu berasal dari sidik jari 3
juta orang. Sampel tersebut merupakan kombinasi dari masyarakat Amerika
dan Asia. Dengan demikian, sampel telah mewakili orang-orang dari
belahan dunia Barat dan Timur. Pempro-graman data base perangkat lunak
dermatoglyphics juga bersumber dari perkembangan ilmu dermatoglyphics,
yaitu studi yang mempelajari sifat alamiah sidik jari.
Dari
hasil penelitian para ilmuwan di bidang dermatoglyphics, diketahui
bahwa setiap individu di dunia memiliki sidik jari yang berbeda-beda.
Karakter sidik jari manusia juga ternyata berhubungan erat dengan bagian
fungsi otak. "Ibu jari memiliki jalinan ke otak depan. Motif garis ibu
jari itu bisa menunjukkan karakter seseorang," kata lason.
Telunjuk
memiliki hubungan dengan otak depan yang posisi nya lebih atas. Motif
garis telunjuk tersebut dapat menunjukkan pemikiran logis dan
kreativitas seseorang. Jari tengah memiliki keterkaitan dengan otak
bagian atas. Motif jari tengah itu dapat menunjukkan kontrol pergerakan
minor dan mayor seseorang.
Adapun
jari manis memiliki jalinan dengan otak yang berada di belakang
telinga. Motif jari manis itu kerap dikaitkan dengan kontrol
pendengaran. Sedangkan jari kelingking memiliki hubungan dengan otak
belakang. Motif jari kelingking itu dapat menunjukkan tingkat
konsentrasi maupun penglihatan seseorang.
Jari-jari
tangan sebelah kanan seseorang, kata Jason, mewakili fungsi otak
sebelah kiri. Otak kiri berfungsi untuk melihat perbedaan angka, urutan,
tulisan, bahasa, hitungan, dan logika. Sedangkan jari-jari tangan
sebelah kiri seseorang mewakili fungsi otak sebelah kanan. Otak kanan
berfungsi untuk melihat persamaan, khayalan, kreativitas, bentuk ruang,
emosi, musik, dan warna.
Data
base perangkat lunak dermatoglyphics diprogram berdasarkan ilmu
genetika. Umum diketahui, gen merupakan unit dasar dalam kehidupan
manusia. Gen bertindak seperti kode kehidupan manusia yang menerima dan
menyampaikan pesan-pesan turun-temurun dari satu generasi ke geneffgi
berikutnya. Gen erat kaitannya dengan motif sidik jari yang diturunkan
orang tua kepada anaknya. Motif sidik jari anak pasti akan sama dengan
orang tua atau kakeknya," ujar Jason.
Secara
medis, motif sidik jari manusia terbentuk sempurna pada minggu ke-13
ketika janin mulai berkembang. Jason menambahkan dengan data base yang
lengkap, otomatis perangkat lunak dermatoglyphics dapat mengetahui
karakter sidik jari manusia yang berbeda-beda secara spesifik dan
akurat. "Alhasil, teknologi itu dapat membaca kelebihan juga kekurangan
anak serta solusinya dengan tingkat akurasi mencapai 95 persen," klaim
Jason.
Sayangnya,
teknologi itu hanya efektif untuk mengetahui kompetensi anak pada usia 5
hingga 15 tahun. Rentang usia tersebut merupakan masa perkembangan
sar.ilsjr.il otak manusia. Pada masa-masa itu pula segala potensi anak
masih berpeluang dikembangkan. Sedangkan saat usia anak mencapai lebih
dari 15 tahun, pembentukan karakter lebih sulit karena anak sudah
memiliki pemikiran matang.