Harus diakui memang Indonesia negeri yang kaya akan adat istiadat pun
tradisi masyarakatnya yang beraneka ragam. Hampir sebagian besar
daerah-daerah di Indonesia mempunyai tradisi masyarakat dan kemuanya
mempunyai keunikannya masing-masing. Seperti tiga tradisi unik dibawah
ini:
1. Tradisi Adu Betis
Anda yang merasa betisnya kuat, sepertinya harus mengikuti tradisi unik
yang satu ini. Ya tradisi adu betis yang dilaksanakan oleh masyarakat
Dusun Paroto, Desa Samaelo, Bone. Kesannya memang tradisi yang sedikit
“aneh”, kok betis diadu?. Namun bagi masyrakat dusun itu, tradisi ini
yang dinamakan Mallanca ini sudah dilakukan sejak beratus-ratus tahun
lalu, jadi bukanlah hal yang baru dan mereka masih tetap melakukannya
sampai sekarang ini.
Tradisi ini biasa dilakukan setiap mereka selesai memanen padi. Sebelum
permainan ini dimulai, kaum ibu terlebih dahulu menyajikan makaan yang
dibawa dari tumah untuk disantap bersama-sama oleh para peserta Mallanca
dan penonton.
Setelah menyantap bersama barulah tradisi ini digelar. Para peserta
maju untuk menunjukkan kekuatan betisnya. Aturan permainan adalah sekali
putaran diikuti empat orang dengan dua orang lawan dua. Dua orang yang
memasang kaki dan dua orang lainnya yang melakukan sepakan. Sepakan pada
betis ini dilakukan hingga tiga kali secara bergantian.
Aturan permainan tersebut adalah dalam sekali putaran diikuti empat
orang yang masing-masing dua lawan dua. Dua orang yang memasang kaki dan
dua orang lainnya yang melakukan sepakan. Sepakan pada betis ini
dilakukan hingga tiga kali secara bergantian. Tak pelak, banyak dari
peserta pun harus meringis kesakitan betisnya merah-merah.
Namun namanya tradisi turun temurun, ajang ini dilakukan untuk
mempererat tali persaudaraan dan silaturahmi warga kampung sekalian
mengindari ras permusuhan. Maka tak jarang walau para peserta betisnya
merah-merah lantaran disepak, tak ada rasa dendam di antara mereka.
Permainan ini menjadi pertunjukan tersendiri yang cukup disenangi bukan
hanya kaum tua, tetapi juga menarik perhatian anak-anak dan kaum hawa.
2.Karapan Marmut
Karapan yang satu ini jelas lain dari yang biasanya, jika kita mengenal
karapan itu identik dengan karapan sapi atau kerbau di Madura. Nah, di
daerah Probolinggo ada karapan yang namanya Karapan Marmut. Yup, marmut
yang di “karapankan” bukan lah sapi atau pun kerbau.
Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat sana dalam menyambut datangnya
musim kemarau. Tak ubahnya dengan karapn pada umumnya, karapan marmut
ini pun lengkap dengan sirkuit, joki dan pengibar bendera untuk memulai
balapan. Aturannya pun sama, yaitu siapa yang paling cepat masuk garis
finish, dialah yang menang.
Nah, bedanya jika arena balap karapan sapi atau kerbau itu ukurannya
besar dan joki menaiki sapi atau kerbaunya. Lain halnya dengan karapan
marmut ini, karena sirkuitnya hanya berukuran 2 meter dan kecil
ukurannya dan bisanya dilakukan di lakukan di halaman rumah warga
setempat. Para jokinya pun berlari di belakang sambil memacu marmut itu
untuk berlari menuju garis finish. Tak jarang marmut yang dipacu dama
karapan itu telah diberikan semacam ramuan khusus, bahkan tenaga dalam
oleh sang punya.
3. Ritual Tawur Nasi
Tawuran yang satu ini mungkin patut dicoba oleh para pelajar yang suka
tawuran. Pasalnya, jenis tawuran ini sudah pasti tidak akan
menghilangkan nyawa orang lain seperti yang baru-baru ini terjadi karena
tawuran ini tidak menggunakan senjata macam melainkan nasi.
Ya, nasi, seperti yang diketahui nasi ini adalah makanan pokok yang
banyak dikonsumsi oleh kita, namun ada kalanya bagi masyarakat desa
Pelemsari, Rembang, Jateng, nasi ini justru digunakan untuk tawuran
dalam ritual setiap tahun masyarakat desa pada setiap jumat legi seusai
Lebaran.
Jadi, nasi bungkus yang digunakan dibungkus terlebih dahulu oleh daun
pisang dan jati oleh para peserta tawuran. Lalu ditumpuk di tengah
lapangan tempat ritual dilangsungkan. Lantas warga mengitari nasi-nasi
itu dan kemudian diberikan doa-doa oleh para sesepuh desa setempat. Nah,
setelah ritual doa itu selesai mulailah perang nasi dilakukan,
masyarakat dari kalangan anak-anak, remaja, orang dewasa, pun campur
aduk saling melemparkan nasi.
Tradisi tawur pakai nasi ini sudah dilakukan selama belasan tahun untuk
menjalin keakraban dan persaudaraan antar warga kampung, sekaligus
mengurangi kenakalan remaja. Selain itu ritual dilaksanakan sebagai
bentuk rasa bersyukur atas panen yang melimpah di acara ini. Di ritual
ini semua unek-unek peserta dapat terlampiaskan secara positif.
sumber