Senin, 30 Juli 2012

Kalau Jakarta dipimpin non-Muslim, maka bisa saja Jakarta seperti Padang, yang dilanda gempa dan banjir bandang seperti saat ini.

Berita ten­tang ceramah ustad Fahmi Al­buqorih di Masjid Al-Mut­taqin, Ke­mayoran, Jakarta Pusat, Ju­mat (27/7) lalu membuat heboh di Padang. Gara-garanya, dalam ceramah saat berbuka bersama yang juga dihadiri calon gu­ber­nur DKI Jakarta Fauzi Bowo itu, sang ustad menyebut, “Kalau Jakarta dipimpin non-Muslim, maka bisa saja Jakarta seperti Padang, yang dilanda gempa dan banjir bandang seperti saat ini.

Pernyataan ustad Fahmi itu di­­kutip situs berita tribun­news.­com, dan beredar luas di jejaring sosial twitter dan facebook. Berita tersebut juga jadi diskusi di grup-grup blackberry messenger (bbm), di Padang.

Umum­nya, peserta diskusi me­ngecam ce­ramah sang ustad, dan ada pula yang meminta sang ustad mencabut pernyataan tersebut serta minta maaf.

“Ustad Fahmi ini contoh orang yang beragama tapi tak berakal,” kata Andrinof Cha­nia­go, pengajar pada Universitas Indonesia yang juga perantau Padang di Jakarta. Ia me­nam­bahkan, ceramah ustad Fahmi tak berdasar sama sekali.

Tak ada dasarnya di Al Qur’an,” ulas Andrinof. Di laman tribunnews.com, berita tersebut diberi judul “Ceramah Ustad Masjid Al-Muttaqin Singgung Isu SARA”. Ceramah itu di­sam­paikan dalam rangkaian kegia­tan agenda Safari Ramadan Fauzi Bowo. Ustad Fahmi juga menyampaikan umat Islam harus mencari pemimpin yang beriman, sehingga memiliki rasa takut dosa dan akan melakukan perbuatan adil.

“Umat Islam harus cende­rung memilih pemimpin yang seiman. Saya lahir dan besar di Jakarta. Jadi, saya punya beban yang sangat berat melihat orang Islam memilih pemimpin yang bukan dari golongan kita. Saya tidak dipesan untuk omong se­perti ini, melainkan karena sa­ya sangat prihatin,” ujar Fah­mi.

Sebagaimana diketahui, isu berbau suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA) me­mang sering dihembuskan da­lam Pemilukada DKI Jakarta. Saat ini, dua pasangan calon Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli dan Joko Widodo-Basuki Tja­haja Purnama akan bertarung pada Pemilukada putara kedua.

Menurut Andrinof, kalau ceramah sang ustad memang terkait dengan politik berarti sang ustad itu telah me­ren­dahkan agama. “Tak perlu di­de­ngar, apalagi diikuti,” ujar An­drinof.

Sementara itu, Wali Kota Padang Fauzi Bahar yang dihu­bungi terpisah menyebutkan semestinya sang ustad men­ya­dari kalau tak boleh bicara hal-hal yang berbau SARA. “Tapi saya kira dia (ustad Fahmi) kepleset ngomong,” ujar Fauzi.

Sejumlah ulama Sumbar juga menyikapi pernyataan ustad tersebut. Ketua Rois Syu­riah Pimpinan Wilayah Nahd­la­tul Ulama (PWNU) Sumbar, Asas­riwarni mengatakan ke­ha­ru­san seorang muslim memilih pe­mimpin yang seiman me­ma­ng ada dalam ajaran agama. Tapi pengucapan itu akan me­ngan­du­ng SARA jika situasi (konteks) penyampaian yang tidak tepat.

Seperti yang diucapkan Us­tad Fahmi Albuqorih di Jakarta tentu mengundang tanya karena sedang pemilihan gubernur dan salah satu pasangan kandidat yang maju mengikuti Pilkada ada yang nonmuslim. Ditambah lagi, pengucapan itu disam­pai­kan dalam bentuk ceramah yang juga dihadiri salah satu kandidat Gubernur DKI Jakarta.



“Dalam ajaran Islam se­baik­nya memang memilih pimpinan yang seagama, tapi jika tidak melihat situasi akan menjadi SARA dan akan berdampak negatif,” ulasnya.



Untuk itu, Asasriwarni me­nya­rankan pada tokoh agama untuk bisa mempertimbangkan apa yang akan diucapkan di depan umum. Karena masalah agama adalah hal yang paling gampang membuat perpecahan dan pertikaian antar umat be­ra­gama. Menurutnya ulama atau tokoh agama harus cerdas dan teliti. “Saya yakin Ustad Fahmi Albuqorih ini tidak bermaksud menyingung SARA, tapi karena tidak begitu teliti maka tersam­paikan itu dan menjadi isu politik karena situasi politik di Jakarta sedang memanas juga,” ujarnya.



Asasriwarni mengharapkan ulama untuk bisa membedakan ranah politik dan agama. Se­baiknya., ulama atau tokoh agama tidak ikut-ikutan dalam situasi politik. Lebih baik fokus pada agama saja dan men­yam­paikan ajaran tanpa intervensi atau maksud lain kecuali untuk memperkuat akidah umat.

 “Masyarakat jangan ter­pan­cing dengan isu seperti itu. Intinya jagalah kerukunan umat beragama dan agama tidak bisa dikaitkan dengan politik,” ulas­nya. Terpisah Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN IB Pandang Dus­ki Samad melalui pesan pen­deknya kepada Padang Ekspres menyampaikan tidak boleh mengaitkan masalah itu dengan musibah. Musibah itu ujian iman akibat kecerobohan, kera­ku­san dan kelalaian manusia



sumber