CORNELIS de Houtman (lahir di Gouda, Belanda, 2 April 1565 – Tewas di
Aceh, 1599), adalah seorang penjelajah Belanda yang menemukan jalur
pelayaran dari Eropa ke Nusantara dan berhasil memulai perdagangan
rempah-rempah bagi Belanda. Saat kedatangan de Houtman, Kerajaan
Portugis telah lebih dahulu memonopoli jalur-jalur perdagangan di
Nusantara. Meski ekspedisi de Houtman banyak memakan korban jiwa di
pihaknya dan bisa dikatakan gagal, namun ekspedisi de Houtman yang
pertama ini merupakan kemenangan simbolis bagi pihak Belanda karena
sejak saat itu kapal-kapal lainnya mulai berlayar untuk berdagang ke
Timur.
Awal perjalanan
Pada tahun 1592 Cornelis de Houtman dikirim oleh para saudagar Amsterdam
ke Lisboa/Lisbon, Portugal untuk mengumpulkan informasi sebanyak
mungkin mengenai keberadaan "Kepulauan Rempah-Rempah". Pada saat de
Houtman kembali ke Amsterdam, penjelajah Belanda lainnya, Jan Huygen van
Linschoten juga kembali dari India. Setelah mendapatkan informasi,
para saudagar tersebut menyimpulkan bahwa Banten merupakan tempat yang
paling tepat untuk membeli rempah-rempah. Pada 1594, mereka mendirikan
perseroan Compagnie van Verre (yang berarti "Perusahaan jarak jauh"),
dan pada 2 April 1595 berangkatlah ekspedisi perseroan ini di bawah
pimpinan Cornelis de Houtman. Tercatat ada empat buah kapal yang ikut
dalam ekspedisi mencari “Kepulauan Rempah-rempah” ini yaitu: Amsterdam,
Hollandia, Mauritius dan Duyfken.
Ekspedisi de Houtman sudah direcoki banyak masalah sejak awal. Penyakit
sariawan merebak hanya beberapa minggu setelah pelayaran dimulai akibat
kurangnya makanan. Pertengkaran di antara para kapten kapal dan para
pedagang menyebabkan beberapa orang terbunuh atau dipenjara di atas
kapal. Di Madagaskar, di mana sebuah perhentian sesaat direncanakan,
masalah lebih lanjut menyebabkan kematian lagi, dan kapal-kapalnya
bertahan di sana selama enam bulan. (Teluk di Madagaskar tempat mereka
berhenti kini dikenal sebagai "Kuburan Belanda").
Tiba di Tanah Jawa
Pada 27 Juni 1596, ekspedisi de Houtman tiba di Banten. Hanya 249 orang
yang tersisa dari pelayaran awal. Penerimaan penduduk awalnya
bersahabat, tapi setelah beberapa perilaku kasar yang ditunjukkan awak
kapal Belanda, Sultan Banten, bersama dengan orang-orang Portugis yang
telah datang lebih dulu di Banten, mengusir rombongan “Wong Londo” ini.
Ekspedisi de Houtman berlanjut ke utara pantai Jawa. Namun kali ini,
kapalnya takluk ke pembajak. Saat tiba di Madura perilaku buruk
rombongan ini berujung ke salah pengertian dan kekerasan: seorang
pangeran di Madura terbunuh sehingga beberapa awak kapal Belanda
ditangkap dan ditahan sehingga de Houtman membayar denda untuk
melepaskannya. Kapal-kapal tersebut lalu berlayar ke Bali, dan bertemu
dengan raja Bali. Mereka akhirnya berhasil memperoleh beberapa pot
merica pada 26 Februari 1597.
© haxims.blogspot.com
Saat dalam perjalanan pulang ke Belanda, mereka singgah di Kepulauan St.
Helena, dekat Angola untuk mengisi persediaan air dan bahan-bahan
lainnya. Kedatangan mereka ini dihadang oleh kapal-kapal Portugis yang
merupakan pesaing mereka.
Akhirnya pada akhir 1597, tiga dari empat kapal ekspedisi ini kembali
dengan selamat ke Belanda. Dari 249 awak, hanya 87 yang berhasil
kembali.
Akibat dari ekspedisi de Houtman
Meski perjalanan ini bisa dibilang gagal, namun juga dapat dianggap
sebagai kemenangan bagi Belanda. Pihak Belanda sejak saat itu mulai
berani berlayar untuk berdagang ke Timur terutama di tanah Nusantara.
Beberapa ekspedisi memang mengalami kegagalan, sementara lainnya sukses
gilang-gemilang dengan keuntungan berlimpah-limpah dari total modal
ekspedisi yang dikeluarkan.
© haxims.blogspot.com
Totalnya dalam rentang waktu antara 1598 dan 1601 ada 15 ekspedisi
dikirim ke Nusantara, yang melibatkan 65 kapal. Sebelum Verenigde
Oost-Indische Compagnie (VOC) didirikan pada 1602, tercatat 12
perusahaan telah melakukan ekspedisi ke Nusantara dalam masa 7 tahun,
yakni: Compagnie van Verre (Perusahaan dari Jauh), De Nieuwe Compagnie
(Perusahaan Baru), De Oude Compagnie (Perusahaan Lama), De Nieuwe
Brabantse Compagnie (Perusahaan Brabant Baru), De Verenigde Compagnie
Amsterdam (Perhimpunan Perusahaan Amsterdam), De Magelaanse Compagnie
(Perusahaan Magelan), De Rotterdamse Compagnie (Perusahaan Rotterdam),
De Compagnie van De Moucheron (Perusahaan De Moucheron), De Delftse
Vennootschap (Perseroan Delft), De Veerse Compagnie (Perusahaan De
Veer), De Middelburgse Compagnie (Perusahaan Middelburg) dan De
Verenigde Zeeuwse Compagnie (Perhimpunan Perusahaan Kota Zeeuw).
Kedatangan kapal-kapal inilah yang menjadi cikal bakal penjajahan Belanda atas tanah Nusantara.
Tewas di Aceh
Tahun 1598, Cornelis de Houtman bersama saudaranya Frederick de Houtman
diutus lagi ke tanah Nusantara di mana kali ini ekspedisinya merupakan
ekspedisi dalam jumlah besar. Armada-armadanya telah dipersenjatai
seperti kapal perang.
Pada 1599, dua buah kapal pimpinan de Houtman yang bernama de Leeuw dan
de Leeuwin berlabuh di ibukota Kerajaan Aceh. Pada awalnya kedua kapal
ini mendapat sambutan baik dari pihak Aceh karena darinya diharapkan
akan dapat dibangun kerjasama perdagangan yang saling menguntungkan.
Dengan kedatangan Belanda tersebut berarti Aceh akan dapat menjual
hasil-hasil bumi, khususnya lada kepada Belanda.
Namun dalam perkembangannya, akibat adanya hasutan dari pihak Portugis
yang telah lebih dahulu berdagang dengan Kerajaan Aceh, Sultan Aceh
menjadi tidak senang dengan kehadiran Belanda dan memerintahkan untuk
menyerang kapal-kapal mereka. Pemimpin penyerangan adalah Laksamana
Keumala Hayati. Dalam penyerangan ini, Cornelis de Houtman dan beberapa
anak buahnya tewas sementara Frederick de Houtman ditangkap dan
dijebloskan ke penjara. Frederick de Houtman mendekam dalam tahanan
Kerajaan Aceh selama 2 tahun. Selama di penjara, ia menulis buku berupa
kamus Melayu-Belanda yang merupakan kamus Melayu-Belanda pertama dan
tertua di Nusantara.
sumber