Sejak
ramai pemberitaan penemuan bangkai kendaraan lapis baja di alur Sungai
Citanduy beberapa waktu lalu, Lingkungan Parungsari, Kelurahan/Kecamatan
Purwaharja, Kota Banjar sontak menjadi tempat wisata dadakan.
Ratusan masyarakat mencoba melihat langsung kendaraan lapis baja yang ditengarai jenis panser yang hendak melarikan diri dalam peperangan di wilayah Kecamatan Pamarican, kabupaten Ciamis.
Sebenarnya sulit untuk melihat secara langsung bangkai kendaraan lapis baja tersebut, karena hanya sebagian kecil yang tampak masih berada di bawah permukaan air. Di bawah permukaan air dengan kedalaman sekitar setengah hingga satu meter, samar-samar terlihat lempengan baja dengan beberapa lubang bundar. Sedangkan sebagian besar lainnya tertutup pasir dan batu.
Beberapa wisatawan yang merasa tidak puas hanya melihat dari darat, mereka langsung mencebur ke Sungai Citanduy yang saat ini airnya sedang surut akibat kemarau panjang.
“Penasaran saja, lihat dari atas hanya ada banyang-bayang. Meski hanya menginjak besi, rasanya puas,” ungkap Ade (28) warga Banjar yang ikut bergabung dengan puluhan anak-anak yang bermain di lokasi kendaraan tenggelam, Selasa (9/10).
Ratusan masyarakat mencoba melihat langsung kendaraan lapis baja yang ditengarai jenis panser yang hendak melarikan diri dalam peperangan di wilayah Kecamatan Pamarican, kabupaten Ciamis.
Sebenarnya sulit untuk melihat secara langsung bangkai kendaraan lapis baja tersebut, karena hanya sebagian kecil yang tampak masih berada di bawah permukaan air. Di bawah permukaan air dengan kedalaman sekitar setengah hingga satu meter, samar-samar terlihat lempengan baja dengan beberapa lubang bundar. Sedangkan sebagian besar lainnya tertutup pasir dan batu.
Beberapa wisatawan yang merasa tidak puas hanya melihat dari darat, mereka langsung mencebur ke Sungai Citanduy yang saat ini airnya sedang surut akibat kemarau panjang.
“Penasaran saja, lihat dari atas hanya ada banyang-bayang. Meski hanya menginjak besi, rasanya puas,” ungkap Ade (28) warga Banjar yang ikut bergabung dengan puluhan anak-anak yang bermain di lokasi kendaraan tenggelam, Selasa (9/10).
Ia
mengaku sengaja datang ke lokasi setelah membaca berita di koran,
selain itu juga melihat banyak warga yang datang ke lokasi. Karena
posisinya berada di seberang lokasi tenggelamnya kendaraan sisa
penjajahan Belanda tersebut, ia terpaksa berenang menyeberangi Sungai
Citanduy.
Selain melihat lebih dekat secara langsung, tidak sedikit warga yang
hanya pusat melihat dari kejauhan, tepatnya di tepi jalan raya Banjar –
Ciamis yang berada di sekitar rest area Banjar. Puluhan sepeda motor dan
sejumlah mobil tampak di parkir di tepi jalan.
Dari tempat tersebut mereka hanya dapat memandang sejumlah anak-anak
yang sedang bermain di atas kendaraan perang tersebut. Sedangkan besi
baja yang merupakan bagian dari panser peninggalan belanda itu, sama
sekali tidak terlihat. Meski demikian, tidak sedikit yang mengaku puas
hanya melihat lokasi.
“Katanya sih ada tank peninggalan belanda. Dari tempat ini sih tidak
kelihatan, tetapi ya cukup puas lah biar tidak penasaran aja,” tutur Ny.
Encih warga Pataruman sekitar sepuluh kilometer dari tempat tersebut.
Cerita tentang penemuan kendaraan laopis baja itu memang bervariasi.
Hanya saja bisa ditarik benang merahnya bahwa kendaraan lapis baja jenis
panser itu milik penjajah Belanda ketika hendak melarikan diri dalam
pertempuran yang terjadi di wilayah Desa Kertahayu, Pamarican, Kabupaten
Ciamis.
“Cerita orang tua saya, kendaraannya panser bukan tank karena bannya
terbuat dari karet bukan rantai besi. Saat itu para pejuang mengejar
Panser yang terlibat pertempuran di Desa Kertahayu Kecamatan Pamarican.
Akibat kehabisan bahan bakar akhirnya berhasil ditangkap,” ungkap
Martsimin (60) warga yang tinggal tidak jauh dari lokasi penbemuan
kendaraan lapis baja tersebut.
Ia mengatakan bahwa sebelumnya kendaraan tersebut berada sekitar tiga
ratus meter ke arah hulu dari yang sekarang, tepatnya di Batu Engko.
Hanya saja akibat terbawa banjur, termasuk banjir besar saat meletusnya
Gunung Galunggung, panser tersebut tersert hingga ke lokasi saat ini.
“Dulu waktu masih kecil, saya bersama teman-teman juga sering bermain
di atas panser tersebut. Sekasarng sudah bergeser jauh. Apalagi ketika
banjir besar saat galunggung meletus, bergesernay sangat jauh dan
menimbun seluruh kendaraan,” tambahnya.
Dia mengungkapkan, cerita penemuan tank sisa peninggalan Belanda
sebenarnya sudah berlangsung lama. Hanya saja cerita terseut menghilang
seiring dengan datangnya musim penghujan, sebab bangkai tank tersebut
hanya terlihat ketika Sungai Citanduy sedang surut.
Warsimin mengatakan beberapa waktu lali ada lima orang yang mengaku
pencari besi bekas mencoba mengambil barang tersebut. Sepanjang hari
mereka mencoba menggali pasir dan menyingkirkan batu yang ada di
sekitarnya.
“Rencananya mereka bakal meneruskan penggalian pada esok hari, akan
tetapi Sungai Citanduy banjir, sehingga tank tersebut juga kembali
tertimbun pasir,” tuturnya.
Serita lainnya menyatakan bahwa sebenarnya tank milik Belanda yang
hendak melarikan diri setelah terjadi peperangan di Kecamatan Pamarican.
Untuk menghentikan rencana terseut, akhirnya jembatan Sungai Citanduy
(sebelah selatan) dihancurkan hingga tank terjun ke dalam Sungai.
“Sebenarnya di Sungai Citanduy ada dua, satu Batu Engko dan lainnya
di Karangresik,” ungkap Karna (61) yang mengaku warga Kecamatan
Cijeungjing.