Bolehkah kita membayar zakat fitrah dengan uang? Banyak di antara kita yang memilih cara praktis demikian daripada memberikan zakat berupa beras atau bahan makanan pokok sebesar 2,5 kilogram. Benarkah atau salahkan pilihan kita ini?
Ada sebagian ulama yang mengizinkan penggunaan uang sebagai pengganti zakat. Seperti Imam Abu Hanifah, Al-Hasan Al-Basri, dan Ats-Tsauri.
Al-Hasan Al-Basri, seorang tokoh sufi kenamaan yang terkenal dengan kezuhudannya, berkata, “Tidak apa-apa memberikan zakat fitri dengan dirham (uang).”
Demikian pula yang disampaikan oleh Dr. Yusuf Qardhawi. Belau menyebutkan bahwa pengeluaran zakat fitrah dalam bentuk makanan (di Indonesia berupa beras) bukanlah tujuan satu-satunya dalam berzakat. Tujuan utama zakat, adalah mencukupi kebutuhan fakir miskin agar pada Hari Raya Idul Fitri, mereka tidak meminta-minta kepada orang lain.
Rujukan yang biasanya dipakai adalah nukilan Q.S. At-Taubah:103, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka …”
Mereka yang berpendapat bahwa uang diperbolehkan sebagai pengganti zakat, memahami bahwa dengan mendapatkan uang, mustahiq (penerima zakat) akan lebih mudah dalam membelanjakannya sesuai dengan kebutuhan.
Terdapat pula pendapat bahwa zakat fitrah semestinya berupa bahan makanan pokok, dan tidak diganti dengan uang. Pendapat inilah yang dianut sebagian besar ulama. Imam Malik, Imam As-Syafi’i, dan imam Ahmad pun menyatakan bahwa pembayaran zakat fitrah dengan uang, tidak sah.
Semisal, Imam Malik yang berkata, “Tidak sah seseorang membayar zakat fitri dengan mata uang apa pun. Tidak demikian yang diperintahkan Nabi.”
Pendapat ini didasarkan dari hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Rasulullah memerintahkan umat untuk memberikan zakat fitrah berupa bahan makanan pokok.
Abdullah bin Umar r.a. berkata, “Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitri dengan satu sha’ kurma, atau gandum atas setiap orang muslim yang merdeka, ataupun budak baik laki maupun perempuan, kecil ataupun besar” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Abu Said al-Khudri r.a, berkata, “Kami memberikan zakat fitrah pada zaman Nabi Saw. dengan satu sha makanan, atau satu sha’ kurma atau gandum atau anggur kering” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Zakat fitrah sendiri sudah diatur jenisnya, waktunya (sebelum salat Ied), dan tata cara pelaksanaannya. Lebih utama jika kita berhati-hati dalam beribadah dan mengikuti yang sudah disyariatkan. Abu Dawud rahimahullah berkata, “Aku mendengar Imam Ahmad ditanya, ‘bolehkan saya memberi uang dirham (saat memberikan zakat fitrah?’. Beliau menjawab: ‘saya khawatir tidak sah, menyelisihi sunnah Rasulullah’.”
Selain itu, ada kekhawatiran, jika menggunakan zakat fitrah dengan uang, mungkin saja seseorang memilih jenis bahan makanan pokok yang jelek, bukan bahan makanan pokok yang sesuai dengan yang dimakannya sehari-hari. Pemberian zakat fitrah berupa uang, baru dapat terjadi pada saat kedaan darurat, seperti yang disampaikan oleh Ibnu Taimiyah, “mengeluarkan uang (dalam zakat fitrah) tanpa kebutuhan dan tanpa maslahat yang kuat, tidak diperbolehkan.”
Memberikan zakat berupa bahan makanan pokok, sudah diperintahkan oleh Rasulullah saw. Alangkah indahnya jika kita mampu memenuhi aturan tersebut sebaik-baiknya.