Mudik adalah kegiatan perantau untuk kembali ke kampung halamannya.
Mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang terjadi
menjelang hari raya besar keagamaan misalnya menjelang Lebaran. Bagi
sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa, Mudik
boleh dikatakan sebuah tradisi yang mutlak harus dilaksanakan. Pada
saat itulah ada kesempatan untuk berkumpul dengan sanak saudara yang
tersebar di perantauan, selain tentunya juga sowan dengan orang tua.
(wikipedia indonesia).
Mudik diambil dari kata "udik" yang berati kampung atau jauh dari kota.
entah sejak kapan tradisi mudik pulang kampung di indonesia dimulai.
Namun menurut budayawan Jacob Soemardjo, mudik merupakan tradisi
primordial masyarakat petani Jawa yang sudah mengenal tradisi ini jauh
sebelum berdiri Kerajaan Majapahit untuk membersihkan pekuburan dan
doa bersama kepada dewa-dewa di kahyangan untuk memohon keselamatan
kampung halamannya yang rutin dilakukan sekali dalam setahun.
Kebiasaan membersihkan dan berdoa bersama di pekuburan sanak keluarga
sewaktu pulang kampung sampai saat ini masih banyak ditemukan di
daerah Jawa.
Budaya mudik adalah suatu nilai sosial positif bagi masyarakat
Indonesia, karena dengan mudik berarti masyarakat masih menjunjung
nilai silaturahmi antara keluarga.
acara mudik khususnya menjelang lebaran bukan hanya menjadi milik umat
muslim yang akan merayakan idul fitri bersama keluarga, namun telah
menjadi milik "masyarakat indonesia" seluruhnya. karena pada dasarnya
bersilaturahmi adalah hakikat dari kehidupan manusia sebagai makhluk
sosial. karena manusia sebagai makhluk sosial tidak akan dapat hidup
tanpa orang lain, meskipun manusia adalah juga makhluk individu yang
berhak menetukan tujuan hidupnya sendiri.
Selain untuk bersilaturahmi, mudik juga digunakan sebagai momen untuk
menunjukkan sebuah eksistensi para pemudik kepada orang lain. Dengan
bertemu sanak keluarga, mereka bisa menunjukkan sampai sejauh mana hasil
jerih payah mencapai taraf hidup di perantauan. meskipun ajang
"pamer" ini cenderung berdampak negatif. para perantau rela
menghamburkan tabungannya, jerih payahnya selama di rantau untuk
menunjukkan "keberhasilan" kepada keluarga dan tetangga. tak heran
dealer handphone dan motor/mobil sangat laris menjelang hari lebaran.
Sebenarnya pulang kampung bukan hanya terdapat di Indonesia, di
masyarakat eropa atau amerika pun, mereka memiliki tradisi berkumpul
makan bersama keluarga besar di malam natal. meskipun mobilisasi yang
ada tak sehebat "pulang kampung" di indonesia. diperkirakan mobilitas
mudik di indonesia, adalah mobilisasi penduduk terbesar di dunia setiap
tahunnya.
hal ini juga berarti masih pekatnya sentralisasi pembangunan,
pemerintahan, dan ekonomi Indonesia di Jakarta. Pegawai swasta, pegawai
pemerintah, anak kuliah, pembantu rumah tangga, semuanya pulang ke
kampung halaman dari jakarta, seolah identik bahwa jakarta adalah ladang
sumber penghidupan.
Pemerintah harus mulai memikirkan pemerataan pembangunan. supaya beban urbanisasi bisa ditekan.
Ribuan orang bahkan jutaan, berbondong2 berebut tiket kereta api, bus,
pesawat, kapal laut, travel bahkan rela naik mobil atau motor pribadi
semalaman suntuk hanya untuk merayakan hari raya bersama keluarga.
Saya membayangkan begitu indahnya niat hati orang-orang yang pulang
kampung hanya untuk bertemu keluarga. karena ternyata masyarakat kita
masih peduli dengan keluarga. sangat ironis memang ketika menyaksikan
berita2 kriminal ada, ibu membuang anaknya, anak membunuh orang tua,
sesama keluarga saling bertengkar. Sedikit terbayar sudah keprihatinan
itu ketika menyaksikan jutaan orang "mati-matian" merindukan keluarga
untuk pulang kampung.
Orang yang mencintai kampung halamannya adalah orang yang tidak lupa
darimana dia berasal, lebih filosofis adalah ibarat kacang yang tak lupa
akan kulitnya. atau menurut pepatah "Sejauh-jauh burung terbang,
akhirnya akan kembali ke sarangnya" oleh karena itu mudik juga dapat
digunakan untuk sebuah refleksi diri kembali ke asal, kembali
kebelakang, bahkan sampai di masa kecil kita.
pernahkah terbayang ketika kita di sini saat ini, sedang menggunakan
internet, dan terpikir di kampung halaman kita, mungkin masih banyak
orang yang tak tahu apa itu internet.
Ketika kita dengan mudah berkomunikasi dengan handphone, fasilitas
hiburan yang beragam, tempat makan yang bervariasi, semuanya mudah dan
praktis.
Sedangkan di tempat lain sangat mungkin orang2 di kampung harus berjuang
untuk sekedar hidup yang layak. Tentunya jangan sampai hanya berhenti
pada keperihatinan di situ, namun seharusnya ada komitmen untuk
membangun kampung halaman kita.
Lekat dengan budaya kita cerita rakyat Malin Kundang di Sumatera Barat,
kisah seorang anak yang lupa akan kampung halamannya, bahkan malu
mengakui Ibunya karena sangat miskin. yang kemudian Malin dikutuk
menjadi batu yang bersujud.
dari cerita rakyat tersebut dapat menjadi inspirasi pula, bahwa dengan
pulang ke kampung, sungkem dengan orang tua, adalah juga sebentuk kecil
bhakti untuk orang tua atau keluarga dengan menunjukkan sedikit
keberhasilan di tanah rantau.
Orang bijak bilang, orang yang berbhakti adalah anak yang memuliakan orang tuanya.
sumber