KOTA PETRA SEMPAT HILANG DARI PERADABAN MANUSIA SELAMA 500 TAHUN, TEPATNYA SEJAK BERAKHIR PERANG SALIB PADA ABAD KE-12 M.
Berjarak sekitar 3-5 jam perjalanan dari Kota Amman, Yordania, terdapat
sebuah situs bersejarah. Bahkan, pada 2007 situs tersebut menjadi satu
dari tujuh keajaiban dunia. Peninggalan bersejarah yang begitu indah
dan menakjubkan itu bernama Kota Petra.
Petra dalam bahasa Yunani berarti batu. Sedangkan, orang Arab
menyebutnya alBitra. Situs arkeologi itu terletak di sebuah dataran
rendah yang diapit oleh gununggunung yang membentuk sayap. Sejarah Kota
Petra pun tercantum dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Hadis tersebut memang tak menjelaskan secara langsung Kota Petra.
Namun, yang disebut adalah bangsa Arab kuno bernama Anbath Asy-Syam.
Menurut kitab Al-Qamus al-Islami, Kota Petra yang indah dan menakjubkan
merupakan peninggalan Anbath AsySyam--yakni bangsa Arab kuno yang
tinggal di antara Semenanjung Sinai dan Harun.
Kota itu sempat menjadi pusat perdagangan para kafilah yang melakukan
perjalanan antara Mesir, Jazirah Arab, dan Syam. Pada awal kemunculan
Islam, menurut Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas al-Hadith al-Nabawi,
ada beberapa peninggalan bangsa Anbath yang telah bercampur dengan
bangsa lain.
"Konon, peradaban bangsa Anbath memiliki jenis tulisan (kaligrafi) yang
dinamakan Khath Nabthi," ujar Dr Syauqi. Kota Petra sempat hilang dari
peradaban manusia selama 500 tahun, tepatnya sejak berakhir nya Perang
Salib pada abad ke-12 M.
Kota yang hilang itu baru diketahui peradaban Barat pada 1812. Adalah
petualang berkebangsaan Swiss bernama Johann Ludwig Burckhardt yang
kembali memperkenalkan kota itu. Yang mengetahui keberadaan kota itu
adalah suku Badui yang tinggal di sekitar wilayah itu.
Keindahan dan kemegahan Kota Petra dilukiskan oleh BBC dalam seuntai
kalimat, "Ini adalah satu dari 40 tempat yang harus Anda lihat sebelum
mati." Betapa tidak, Petra merupakan kota yang unik. Kota itu dibangun
dengan cara memahat dindingdinding batu.
Kota Petra merupakan simbol teknik dan perlindungan. Kota tersebut
didirikan dengan menggali dan mengukir cadas setinggi 40 meter. Tak
heran, jika kota itu sulit untuk ditembus musuh. Petra pun dikenal
sebagai kota yang aman dari bencana alam seperti badai pasir.
Kota itu dikelilingi gunung-gunung. Salah satunya ada yang memiliki ketinggian sekitar 1.350 meter di atas permukaan laut.
Gunung tertinggi itu disebut Gunung Harun (Jabal Harun) atau Gunung Hor atau El-Barra.
Banyak yang meyakini di puncak Jabal Harun itulah Nabi Harun meninggal
dan dimakamkan oleh Nabi Musa. Rasulullah SAW pun diduga pernah
mengunjungi gunung itu bersama pamannya Abu Thalib saat berdagang ke
Syam (Suriah).
Tradisi Arab meyakini Petra merupakan tempat Nabi Musa (Musa) memukul
batu dengan tongkatnya hingga keluarlah air dari batu tersebut. Di kota
itu juga terdapat nama tempat Wadi Musa untuk menyebut lembah sempit
di wilayah itu.
Pada abad ke-14 Masehi, sebuah masjid dibangun di tempat itu dengan
kubah berwarna putih yang terlihat dari berbagai area di sekitar Petra.
Konon, Nabi Harun tiba di wilayah itu ketika mendampingi Nabi Musa
membawa umatnya keluar dari Mesir dari kejaran Raja Firaun.
Petra didirikan enam tahun sebelum Masehi. Ia merupakan ibu kota
kerajaan Nabatean. Adalah Raja Aretas IV yang membangun kota unik dan
ajaib itu. Suku Nabatean membangun Kota Petra dengan sistem pengairan
yang luar biasa rumit.
Peradaban itu memiliki teknologi hidrolik untuk mengangkat air.
Untuk menghidupi penduduknya, di kota itu terdapat terowongan dan bilik
air untuk menyalurkan air bersih ke kota. Selain itu, mereka juga
sangat mahir dalam membuat tangki air bawah tanah untuk mengumpulkan
air bersih yang bisa digunakan saat mereka bepergian jauh. Sehingga, di
mana pun mereka berada, mereka bisa membuat galian untuk saluran air
guna memenuhi kebutuhan mereka akan air bersih.
Di akhir abad ke-4 SM, berkembangnya dunia perdagangan membuat suku
Nabatean turut berkecimpung dalam perdagangan dunia. Rute perdagangan
dunia mulai tumbuh subur di bagian selatan Yordania dan selatan Laut
Mati. Mereka lalu memanfaatkan posisi tempat tinggal mereka yang
strategis itu sebagai salah satu rute perdagangan dunia.
Suku Nabatean akhirnya bisa menjadi para saudagar yang sukses dengan
berdagang dupa, rempah-rempah, dan gading yang antara lain berasal dari
Arab bagian selatan dan India bagian timur. Letaknya yang strategis
untuk mengembangkan usaha dan hidup, serta aman untuk melindungi diri
dari orang asing, membuat suku Nabatean memutuskan bermukim di kota
batu itu.
Untuk mempertahankan kemakmuran yang telah diraih, mereka memungut bea
cukai dan pajak kepada para pedagang setempat atau dari luar yang masuk
ke sana. Suku Nabatean akhirnya berhasil membuat kota internasional
yang unik dan tak biasa.
Seiring waktu, Kota Petra pun dihuni puluhan ribu warga hingga akhirnya
berkembang menjadi kota perdagangan karena terletak di jalur
distribusi barang antara Eropa dan Timur Tengah. Pada 106 Masehi,
Romawi mencaplok Petra sehingga peran jalur perdagangannya melemah.
Sekitar 700 M, sistem hidrolik dan beberapa bangunan utama yang
menunjang kehidupan masyarakat di kota itu hancur menjadi puing. Petra
pun menghilang dari peta bumi saat itu dan hanya tinggal legenda.
Hingga akhirnya ditemukan lagi pada abad ke-19 M.
sumber