1. Gaun pengantin tak selalu putih
Kebiasaan
mengenakan baju putih untuk pernikahan dimulai pada tahun 1840 saat
pernikahan Ratu Victoria dengan Albert Saxe. Ratu Victoria mengenakan
gaun flamboyan putih yang kemudian menghasilkan tren dikalangan
artistokrat kerajaan. Sebelumnya, gaun pernikahan lebih berwarna terang
sampai akhirnya berubah karena tren ini. Warna putih melambangkan
kesejahteraan, sehingga seseorang yang menikah berhak mendapatkannya.
Hal ini makin di dukung dengan terjadinya kejadian “Great Depression”
yang membuat pengantin harus berfikir matang saat mengeluarkan uang.
Gaun dibuat menjadi simpel dan berwarna putih sehingga setelah
upacara pernikahan, gaun dapat di warnai lagi dan dikenakan di lain
kesempatan. Namun kebiasaan ini sementara berubah saat terjadi Perang
Dunia II, pengantin wanita mengenakan gaun yang terbuat dari parasut
sehingga calon suaminya dapat menggunakan parasut tersebut saat
berperang.
Ketika kepopuleran gaun pernikaha berwarna putih, beberapa kebiasaan tradisional tidak tergerus dengan trend semacam ini. Di Jepang, pengantin wanita memakai kimono putih saat upacara namun kemudian berganti dengan kimono dengan warna cerah saat melakukan resepsi. While the white wedding gown’s popularity is seen around the world, certain cultural traditions endure. Biasanya kimono yang dipakai berwarna merah, warna keberuntungan yang tidak hanya di Jepang namun juga di Cina. Di Indonesia, kebiasaan mengenakan pakaian pernikahan berwarna putih dilakukan saat tema pernikahan adalah pernikahan internasional. Namun kebanyakan masyarakat Indonesia menikah dengan adat dan warna pakaian disesuaikan dengan warna favorit pengantin.
Ketika kepopuleran gaun pernikaha berwarna putih, beberapa kebiasaan tradisional tidak tergerus dengan trend semacam ini. Di Jepang, pengantin wanita memakai kimono putih saat upacara namun kemudian berganti dengan kimono dengan warna cerah saat melakukan resepsi. While the white wedding gown’s popularity is seen around the world, certain cultural traditions endure. Biasanya kimono yang dipakai berwarna merah, warna keberuntungan yang tidak hanya di Jepang namun juga di Cina. Di Indonesia, kebiasaan mengenakan pakaian pernikahan berwarna putih dilakukan saat tema pernikahan adalah pernikahan internasional. Namun kebanyakan masyarakat Indonesia menikah dengan adat dan warna pakaian disesuaikan dengan warna favorit pengantin.
2. Tudung kepala
Ada banyak cerita yang menjelaskan asal mula tradisi mengenakan tudung kepala.
Beberapa mengatakan tudung kepala dikenalkan saat masa Roma kuno.
Orang-orang pada jaman itu percaya bahwa roh jahat akan mengalihkan
perhatian pengantin wanita, sehingga mereka menutuo wajah si pengantin
dengan penutup dari kain. Dikatakan juga saat abad pertengahan,
tudung kepala digunakan untuk melindungi pengantin wanita dari “mata
yang jahat” dan sebuah simbol kesucian, keanggunan dan kelembutan.
3. Buket bunga
Kebiasaan menggunakan buket bunga telah berasal dari jaman yang sangat lampau.
Pada jaman itu, pengantin wanita membawa buket aromatik yang terdiri
dari bawang-bawangan, tumbuhan obat, bumbu untuk menghalau roh
jahat. Saat masa Yunani dan Roma kuno, kedua pengantin mengenakan
kalung dari tanaman yang menyimbolkan hidup baru, harapan, dan
kemakmuran. Bunga dalam Yunani kuno di percaya akan menjaga cinta
antara pengantin. Buket bunga itu sendiri mewakili simbol kehidupan
dan kesuburan.
4. Cincin pernikahan
Bentuk
bulat memiliki hubungan yang signifikan dengan budaya kuno untuk
menunjukkan simbol kesempurnaan. Memiliki bentuk yang tidak berakhir
tentu merupakan simbol yang tepat untuk melambangkan persatuan. Bulat
juga simbol dari matahari, bumi dan jagat raya, dan mewakili
kesucian. Cincin dipakai secara simbolis di jari manis tangan kiri
sampai saat ini karena dari kebiasaan bangsa Roma yang percaya bahwa
jari manis memiliki hubungan langsung dengan hati.
5. Arti kue pernikahan
Tradisi adanya kue pernikahan berasal dari jaman Roma kuno,
ketika pengantin pria melempar kue yang terbuat dari gandum ke atas
kepala pengantin wanita yang menyimbolkan kesucian pengantin wanita
akan menjadi milik pengantin pria. Sekarang, kue pengantin yang
bertumpuk-tumpuk memiliki makna simbolis. Dikatakan tingkat kue teratas
menyimbolkan pasangan pengantin, tingkat kue paling bawah mewakili
keluarga kedua belah pengantin dan kue bagian tengah sebagai simbol
anak-anak yang akan dilahirkan sehingga menjadi penghubung antara
pengantin dan keluarga. Yang paling terbaru tujuan pembuatan kue
pernikahan bertumpuk-tumpuk adalaah lapisan ketiga paling bawah dimakan
saat mengadakan resepsi, kue bagian tengah untuk dibagikan ke
undangan dan yang paling atas di simpan sampai ulang tahun pernikahan
pertama.