Kisah Robertson MC Quilkin
ilustrasi
Robertson MC Quilkin mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai Rektor di Universitas Internasional Columbia dengan alasan ingin merawat istrinya, Muriel, yang sakit Alzheimer, yaitu gangguan fungsi otak.
Muriel sudah seperti bayi, tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan untuk
makan, mandi dan buang air pun ia harus dibantu. Robertson memutuskan
untuk merawat istrinya de ngan tangannya sendiri, karena Muriel adalah wanita yang sangat istimewa baginya.
Namun pernah suatu kali ketika Robertson membersihkan lantai bekas
ompol Muriel dan di luar kesadaran Muriel malah menyerakkan air seninya
sendiri, maka Robertson tiba-tiba kehilangan kendali emosinya. Ia
menepis tangan Muriel dan memukul betisnya, guna menghentikannya.
Setelah itu Robertson menyesal dan berkata dalam hatinya, "Apa gunanya
saya memukulnya, walaupun tidak keras, tetapi itu cukup mengejutkannya.
Selama 44 tahun kami menikah, saya belum pernah memukulnya karena marah,
namun kini di saat ia sangat membutuhkan saya, saya memperlakukannya
demikian. Ampuni saya, ya Tuhan,"
Lalu tanpa peduli apakah Muriel mengerti atau tidak, Robertson meminta maaf atas hal yang telah dilakukannya.
Pada tanggal 14 Februari 1995, Robertson dan Muriel, memasuki hari
istimewa karena pada tanggal itu di tahun 1948, Robertson melamar
Muriel. Dan pada hari istimewa itu Robertson memandikan Muriel, lalu
menyiapkan makan malam dengan menu kesukaan Muriel dan pada malam
harinya menjelang tidur ia mencium dan menggenggam tangan Muriel lalu
berdoa, "Tuhan Yesus yang baik, Engkau mengasihi Muriel lebih dari aku
mengasihinya, karena itu jagalah kekasih hatiku ini sepanjang malam dan
biarlah ia mendengar nyanyian malaikat-Mu. Amin!"
Pagi harinya,
ketika Robetson berolah-raga dengan menggunakan sepeda statisnya,
Muriel terbangun dari tidurnya. Ia berusaha untuk mengambil posisi yang
nyaman, kemudian melempar senyum manis kepada Robertson. Untuk pertama
kalinya setelah selama berbulan-bulan Muriel yang tidak pernah berbicara
memanggil Robertson dengan suara yang lembut dan bening, "Sayangku....
sayangku...", Robertson melompat dari sepedanya dan segera memeluk
wanita yang sangat dikasihinya itu.
"Sayangku, kau benar-benar mencintaiku bukan?" tanya Muriel.
Setelah melihat anggukan dan senyum di wajah Robetson, Muriel berbisik,
"Aku bahagia!" Dan ternyata itulah kata-kata terakhir yang diucapkan Muriel kepada Robertson.