Pages - Menu

Kamis, 31 Januari 2013

Deteksi Bakat Anak Melalui Sidik Jari



Aku ingin jadi presiden...!!!
Aku ingin jadi dokter...!!!
Aku ingin jadi insinyur...!!!


Itulah sekelumit teriakan dari anak-anak ketika ditanya mau jadi apa jika besar nanti. Memang tidak ada yang salah dari ungkapan ataupun terikan anak-anak yang mempunyai keinginan, baik secara spontan maupun tertanam untuk menyebutkan keinginannya jika sudah besar nanti karena dalam peribahasapun dikatakan "gantungkanlah cita-citamu setinggi bintang di angkasa". Cita-cita juga berkaitan dengan bakat maupun kecerdasan dan bakat itu ada yang memang bawaan dari lahir dan adapula bakat yang memang bisa diasah. Namun keluar dari konteks bakat dan kecerdasan, ada hal yang tidak bisa kita lupakan yaitu keberuntungan.

Dunia berubah, jaman berganti, ilmu pengetahuan berkembang dan teknologipun banyak ditemukan. Bila dulu kita hanya mengenal tes IQ (Intelegence Quation) dan EQ (Emotional Quotion) kemudian ada pendatang baru yaitu tes ESQ (Emotional Spiritual Quotion) yang dijadikan ukuran untuk mengetahui sejauh mana kecerdasan seseorang baik secara jasmani maupun rohani. dan metode yg digunakan psikolog pun juga semakin maju untuk mengetahui tingkat kecerdasan seseorang. yang terbaru ditemukan metode Brain Child Learning, yaitu metode yang digunakan untuk mendeteksi bakat anak sejak usia dini melalui sidik jari.

Sidik jari adalah sesuatu yang unik, setiap manusia di dunia memiliki sidik jari yang berbeda beda.
Potensi dan bakat terpendam anak kini bisa dideteksi hanya melalui pemindaian sidik jari. Teknik itu bisa membaca kelebihan dan kekurangan anak serta solusinya dengan tingkat akurasi 95 persen. Setiap anak memiliki keunikan, bakat, dan kelebihan masing-masing sejak dilahirkan ke dunia. Kebanyakan orang tua tentu saja ingin mengetahui potensi bawaan dan bakat terpendam anaknya agar mereka bisa menentukan metode pendidikan yang sesuai bagi sang anak.

Menurut Jason Teo, Chief Operating Officer (COO) Brain Child Leaming(BCL),teknologj dmnaro-glyphics (teknologi memindai 10 jari manusia) dapat dipakai untuk membuktikan seberapa besar kapasitas yang dimiliki anak sejak lahir, mengetahui potensi bawaan, serta bakat terpendam anak. Teknologi tersebut, lanjut Jason, mulanya dikembangkan di Harvard University, Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat (AS).

Selanjutnya BCL mengembangkan teknologi dermatoglyphics selama 15 tahun untuk disesuaikan dengan kebutuhan tes bagi anak-anak di Asia. Dilihat dari cara kerjanya, teknologi yang berupa perangkat lunak itu menghitung jumlah garis dalam sidik jari manusia. Setelah itu, software akan mengukur derajat antara pertemuan garis dan pusat pada motif garis di jari. Seusai pengukuran, perangkat lunak tersebut akan menganalisis karakter seseorang berdasarkan jenis sidik jari. Secara umum, jenis sidik jari manusia ada empat macam, yaitu whorl (W), ulnar loop (U), radial loop (R), dan arch (A). Orang dengan jenis sidik jari whorl biasanya memiliki karakter independen, kompetitif, keras kepala, dan proaktif. Karakter orang yang memiliki jenis sidik jari ulnar loop biasanya emosional, memiliki kemampuan adaptasi yang cepat, serta mudah berinteraksi. Orang yang memiliki jenis sidik jari radial loop biasanya cenderung egois dan memiliki pemikiran terbalik. Adapun karakter orang yang memiliki jenis sidik jari arch cenderung praktis, realistis, efisien, tetapi konservatif.

Kombinasi Amerika-Asia

Jason mengatakan perangkat lunak dermatoglyphics tersebut dapat mengenali karakter seseorang sesuai dengan data base yang sebelumnya memang sudah dimasukkan saat pempro-graman. Basis data itu dibangun berdasarkan data statistik, ilmu dermatoglyphics, dan ilmu genetik.

Data statistik perangkat lunak dermatoglyphics itu berasal dari sidik jari 3 juta orang. Sampel tersebut merupakan kombinasi dari masyarakat Amerika dan Asia. Dengan demikian, sampel telah mewakili orang-orang dari belahan dunia Barat dan Timur. Pempro-graman data base perangkat lunak dermatoglyphics juga bersumber dari perkembangan ilmu dermatoglyphics, yaitu studi yang mempelajari sifat alamiah sidik jari.
Dari hasil penelitian para ilmuwan di bidang dermatoglyphics, diketahui bahwa setiap individu di dunia memiliki sidik jari yang berbeda-beda. Karakter sidik jari manusia juga ternyata berhubungan erat dengan bagian fungsi otak. "Ibu jari memiliki jalinan ke otak depan. Motif garis ibu jari itu bisa menunjukkan karakter seseorang," kata lason.

Telunjuk memiliki hubungan dengan otak depan yang posisi nya lebih atas. Motif garis telunjuk tersebut dapat menunjukkan pemikiran logis dan kreativitas seseorang. Jari tengah memiliki keterkaitan dengan otak bagian atas. Motif jari tengah itu dapat menunjukkan kontrol pergerakan minor dan mayor seseorang.

Adapun jari manis memiliki jalinan dengan otak yang berada di belakang telinga. Motif jari manis itu kerap dikaitkan dengan kontrol pendengaran. Sedangkan jari kelingking memiliki hubungan dengan otak belakang. Motif jari kelingking itu dapat menunjukkan tingkat konsentrasi maupun penglihatan seseorang.

Jari-jari tangan sebelah kanan seseorang, kata Jason, mewakili fungsi otak sebelah kiri. Otak kiri berfungsi untuk melihat perbedaan angka, urutan, tulisan, bahasa, hitungan, dan logika. Sedangkan jari-jari tangan sebelah kiri seseorang mewakili fungsi otak sebelah kanan. Otak kanan berfungsi untuk melihat persamaan, khayalan, kreativitas, bentuk ruang, emosi, musik, dan warna.

Data base perangkat lunak dermatoglyphics diprogram berdasarkan ilmu genetika. Umum diketahui, gen merupakan unit dasar dalam kehidupan manusia. Gen bertindak seperti kode kehidupan manusia yang menerima dan menyampaikan pesan-pesan turun-temurun dari satu generasi ke geneffgi berikutnya. Gen erat kaitannya dengan motif sidik jari yang diturunkan orang tua kepada anaknya. Motif sidik jari anak pasti akan sama dengan orang tua atau kakeknya," ujar Jason.

Secara medis, motif sidik jari manusia terbentuk sempurna pada minggu ke-13 ketika janin mulai berkembang. Jason menambahkan dengan data base yang lengkap, otomatis perangkat lunak dermatoglyphics dapat mengetahui karakter sidik jari manusia yang berbeda-beda secara spesifik dan akurat. "Alhasil, teknologi itu dapat membaca kelebihan juga kekurangan anak serta solusinya dengan tingkat akurasi mencapai 95 persen," klaim Jason.

Sayangnya, teknologi itu hanya efektif untuk mengetahui kompetensi anak pada usia 5 hingga 15 tahun. Rentang usia tersebut merupakan masa perkembangan sar.ilsjr.il otak manusia. Pada masa-masa itu pula segala potensi anak masih berpeluang dikembangkan. Sedangkan saat usia anak mencapai lebih dari 15 tahun, pembentukan karakter lebih sulit karena anak sudah memiliki pemikiran matang.