Pages - Menu

Senin, 22 Oktober 2012

Pulau Easter Tanah Manusia Burung

 Erich von DänikenPelaut pertama Eropa yang mendarat di pulau Easter pada awal abad ke delapanbelas hampir-hampir tidak dapat mempercayai penglihatannya sendiri. Di bagian dunia yang kecil ini, 2.350 mil dari pantai Chili, mereka melihat ratusan patung besar-besar tersebar di seluruh pulau. Gunung yang besar-besar diubah bentuknya, batu vulkanis yang bagaikan baja dipotong-potong bagaikan memotong mentega layaknya dan 10.000 ton batu karang besar-besar bertebaran di mana-mana. Ratusan patung besar di antaranya ada yang tinggi nya antara 33 sampai 66 kaki dan beratnya kurang lebih 50 ton, selamanya menatap muka para pengunjung masa sekarang, seolah-olah menantang, bagaikan robot yang sedang menanti untuk digerakkan lagi.Semua raksasa ini memakai topi, tetapi topi-topi inipun tidak banyak membantu menjelaskan dari mana asalnya patung-patung ini. Batu untuk topi-topi itu yang beratnya ada yang lebih dari sepuluh ton satu balok letaknya jauh dari bagian badannya. Di samping itu, topi tersebut harus dikerek ke atas setinggi masing-masing patung.
Ketika itu ditemukan juga lembaran-lembaran sejarah dari kayu bertuliskan huruf Mesir Kuno.Tetapi sekarang tidaklah mungkin untuk menemukan lebih dari fragmen-fragmen lembaran sejarah itu di semua musium di dunia ini. Dari yang masih ada itu tidak ada satupun yang sudah diterjemahkan. Menurut penyelidikan Thor eyerdahl, raksasa-raksasa misterius ini berasal dari tiga zaman. Yang tersempurna dari tiga kebudayaan itu ialah yang tertua. Heyerdahl menetapkan sisa-sisa orang kayu yang ia temukan berasal dari tahun 400 sesudah masehi. Masih belum dapat dibuktikan sampai sekarang, apakah tempat-tempat perapian dan sisasisa tulang ada hubungannya dengan patung raksasa itu. Heyerdahl menemukan ratusan patung yang belum selesai di dekat tebing batu karang dan dekat pinggiran kawah. Ribuan perkakas terbuat dari batu, berserakan di mana-mana, seolah-oleh pekerjaan telah ditinggalkan secara mendadak.
Pulau Easter letaknya jauh dari benua mana pun, atau dari peradaban apapun. Penduduk aslinya lebih mengenal bulan dan bintang-bintang dari pada penduduk negara mana pun. Di atas pulau kecil yang berbatubatu vulkanis ini, tidak tumbuh sebatang pohonpun. Di sinipun sudah tentu keterangan bahwa batu-batu raksasa diangkut ke sana dengan jalan mendorongnya di atas kayu-kayu gelondongan tidak berlaku. Di samping itu, pulauEaster ini hampir tak mungkin dapat memberi makan penduduknya yang pada waktu itu di taksir 2000 jiwa. Sekarang di pulau itu terdapat beberapa ratus orang penduduk.
Impor sandang pangan untuk keperluan tukang-tukang batu di waktu itu hampir tak masuk akal. Kalau begitu siapa yang memotong batu untuk patung dan siapa yang memahatnya, mengukirnya, dan siapa yang mengangkutnya ke tempat sejauh bermil-mil tanpa gelondongan? Bagaimana menghiasnya, memolesnya, dan mendirikannya? Bagaimana cara memasangkan topi yang didatangkan dari berbagai tempat itu? Karena kurangnya tenaga kerja di pulau Easter, maka sistem “holopis-kuntul baris” yang di praktekkan di Mesir terhadap ratusan ribu tenaga kerja dalam pembangunan piramida, tak dapat kita bayangkan kemungkinannya. Bahkan 2000 orang yang bekerja siang dan malam pun, tak akan cukup untuk memahat patung-patung raksasa ini dari batu-batu vulkanis yang keras bagaikan baja ‘dengan perkakas yang sangat sederhana. Harus diingat pula bahwa sedikitnya sebagian dari penduduk harus mengolah tanah yang tandus itu, harus mencari ikan, harus menenun pakaian dan membuat tali. Jadi, patung-patung raksasa itu tak mungkin telah dibuat oleh 2000 orang penduduk pulau itu.

Jumlah penduduk yang lebih besar dari itu, tak masuk akal di pulau Easter. Lalu siapa gerangan yang telah menyelesaikan pekerjaan itu? Dan bagaimana caranya? Dan mengapa patung-patung itu didirikan di sekitar pinggiran pulau?. Mengapa bukan di pedalamannya?. Peribadatan apakah yang dilaksanakan orang dengan patung-patung itu? Sangat disayangkan, bahwa para pembawa kabar injil dari Eropa pun tak dapat membantu menyingkap tabir kegelapan pulau itu. Mereka telah membakar lembaran sejarah yang bertuliskan huruf-huruf Mesir Kuno; mereka melarang peribadatan kuno, penyembahan patung-patung itu, dan menghapuskan segala jenis tradisi. Namun demikian, sebagai orang-orang soleh, mereka tak dapat melarang penduduk asli menyebut pulau itu “Tanah Manusia Burung”. Sekarang pun pulau itu disebut demikian. Dongeng rakyat yang diceri terakan dari mulut ke mulut turun-temurun, mengatakan bahwa di zaman purbakala, manusia bersayap mendarat dan menyalakan api di sana. Dongeng ini diperkuat oleh patung-patung makhluk terbang bermata besar dan menatap. Mau tak mau kita akan menghubung-hubungkan pulau Easter ini dengan Tiahuanaco. Di Tiahuanaco seperti juga halnya di Easter terdapat patung raksasa batu yang stylenya sama.
Baik di Tiahuanaco maupun di Easter, patung-patung itu berwajah angkuh tetapi sabar. Ketika Francisco Piqarro mewawancarai orang-orang Inca tentang Tiahuanaco dalam tahun 1532, mereka mengatakan, tiada seorangpun pernah melihat keamanan. Kota itu porak-poranda karena Tiahuanaco di bangun di waktu malam dalam sejarah umat manusia. Pulau Easter dalam hikayat-hikayat disebut “pusat dari dunia”. Jarak antara Tiahuanaco dan pulau Easter ialah 3.125 mil. Bagaimana mungkin kebudayaan Tiahuanaco mengilhami kebudayaan pulau Easter atau sebaliknya ? Barangkali mitologi pra Inca dapat memberikan petunjuk-petunjuk. Menurut mitologi ini, dewa pencipta bernama Viracocha, adalah seorang dewa utama purbakala. Menurut hikayat, Viracocha menciptakan makhluk dunia ketika dunia ini belum mempu nyai matahari masih gelap gulita. Ia mencipta dan memahat suatu ras raksasa dari batu, dan karena raksasaraksasa ini mengecewakan Viracocha, maka ditenggelamkannya semua raksasa itu ke dalam suatu air bah yang dalam. Kemudian ia terbitkan matahari dan bulan di atas Danau Titicaca, sehingga dunia menjadi terang benderang, ya, kemudian bacalah ini dengan teliti: Ia membentuk manusia dan binatang dari tanah liat di Tiahuanaco dan memberinya nyawa. Kemudian ia mengajar makhluk-makhluk hidup ciptaannya ini; bahasa, adat istiadat, dan kesenian. Akhirnya ia terbangkan sebagian di antaranya ke berbagai benua, yang ia harapkan untuk dihuni oleh makhluk- makhluk hidup itu. Setelah itu dewa Viracocha disertai dua orang pembantunya mengadakan kunjungan ke berbagai negara untuk mencek apakah instruksi-instruksinya dilaksanakan dan bagaimana hasilnya.
Dengan menyamar sebagai orang tua, Viracocha berkelana di atas pegunungan Andes sepanjang pantai, di mana ia sering tidak disambut dengan baik. Suatu waktu di Cacha, ia demikian kecewa terhadap penyambutan dirinya sehingga ia marah dan membakar suatu tebing batu karang, dan tak lama kemudian membakar seluruh negeri. Kemudian orang-orang yang tak mengenal rasa syukur memohon pengampunannya.Viracocha menerima dan memadamkan api itu hanya dengan satu gerak isyarat. Viracocha meneruskan perjalanannya,memberikan instruksi-instruksi,dan nase hat-nasehat. Sebagai hasil dari kunjungan dan instruksinya itu, banyak kuil yang didirikan baginya. Akhirnya di pantai profinsi Manta ia mengucapkan selamat tinggal dan menghilang dengan mengendarai gelombang-gelombang di atas samudra, tetapi bermaksud akan kembali lagi suatu waktu.
Para pemenang perang dari Spanyol, yang menaklukkan Amerika Tengah dan Selatan mendengar hikayat Viracocha itu di setiap daerah yang ditaklukkannya di mana sebelumnya mereka tak pernah mendengar ceritera tentang orang-orang kulit putih bertubuh raksasa yang datang dari suatu tempat di udara. Cukup mengherankan, mereka belajar mengenal suatu ras keturunan matahari yang mengajar segala jenis seni kepada umat manusia dan kemudian lenyap kembali. Dalam segala hikayat yang pernah didengar orang-orang Spanyol, ada kepastian bahwa putera-putera matahari ini akan datang kembali. Sekalipun benua Amerika itu tempat kebudayaan purbakala, namun pengetahuan kita tentang Amerika hanya sampai 1000 tahun ke belakang. Bagi kita masih tetap merupakan suatu rahasia, mengapa pada tahun 3000 sebelum masehi orang orang Inca menanam kapas di Peru, padahal mereka tidak mempunyai perkakas tenun dan tidak mengetahui teknik bertenun. Orang Maya membuat jalan, tetapi tidak pernah menggunakan kendaraan beroda sekalipun mereka mengetahui bagaimana membuatnya.
Kalung lima untai dari permata hijau yang fantastis itu, yang terdapat dalam piramida pusara dari Tikal di Guatemala itu pun merupakan sesuatu yang ajaib. Disebut ajaib karena permatanya berasal dari negeri Cina. Patung-patung dari Olmec pun luar biasa. Patung-patung yang kepalanya berhelm indah itu, hanya dapat di kagumi di tempat mana dia ditemukan; karena beratnya luar biasa, tak akan ada satu jembatan pun yang dapat menahannya dalam pengangkutan patung itu ke salah satu musium. Kita hanya dapat mengangkat monolit-monolit kecil yang beratnya hanya lima puluh ton atau kurang, itupun harus dengan alat-alat angkat dan angkutan yang paling mutakhir. Alat-alat teknik yang kita miliki sekarang ini akan berantakan bila digunakan untuk mengangkat dan mengangkut muatan yang beratnya ratusan ton seperti patung-patung itu. Tetapi nenek-moyang kita dapat mengangkut dan mengukir batu-batu itu. Bagaimana ya? Malah nampaknya seolah-olah orang purbakala itu gemar sekali menyulap patung raksasa itu melintasi bukit dan lembah. Orang-orang Mesir purbakala mengambil batu tugunya dari Aswan, para arsitek dari Stonehenge mengambil balok-balok batunya dari Wales dan Malborough, tukang batu dari pulau Easter mengambil batu untuk patung-patung raksasanya dari tambang galian yang jauh dari tempatnya sekarang.
Tiahuanaco
Tiahuanaco
Tiada seorang pun sekarang mengetahui dari mana asalnya sebagian dari monolit-monolit di Tiahuanaco. Nenek moyang kita itu tentunya orang-orang aneh. Mereka senang sekali membuat barang-barang yang bagi mereka sendiri sukar. Mereka selalu mendirikan patung di tempat-tempat yang paling sulit baginya. Apakah mereka menyukai kehidupan yang berat? Saya tidak percaya bahwa para artis dari masa silam kita pernah berbuat sebodoh itu. Sebenarnya mereka dapat dengan mudah mendirikan patung dan kuil-kuil itu di dekat tambang galian batunya, jika tradisi kuno tidak mengharuskan mendirikannya di tempat yang patut untuk itu. Juga saya yakin bahwa benteng orang-orang Inca di Sacsakuaman yang dibangun di atas Cuqqo, tidak secara kebetulan, melainkan karena tradisi mereka menentukan bahwa tempat itu merupakan tempat suci.
Saya juga yakin bahwa di tempat mana ditemukan bangunan monumen yang paling kuno, di sana akan terdapat peninggalan peninggalan paling menarik dan paling penting; belum terjamah, ada di bawah tanah; yakni peninggalan yang mungkin penting sekali bagi kelanjutan perkembangan dalam bidang penerbangan ruang angkasa masa kini. Angkasawan-angkasawan yang tak di kenal itu pasti berpandangan lebih jauh daripada kita sekarang. Mereka yakin bahwa pada suatu waktu orang akan terbang menuju alam semesta atas inisitatifnya sendiri dan menggunakan kemahirannya sendiri. Adalah suatu fakta sejarah yang sudah diketahui umum, bahwa para cendekiawan kita selalu mencari orang-orang yang mempunyai perhatian yang sama, mencari rekan sesama cendekiawan di dalam kosmos. Pemancar-pemancar masa kini sudah mulai mengirimkan pulsa-pulsa radio pertama kepada cendekiawan yang belum kita kenal. Kita masih belum mengetahui kapan kita mendapat jawaban; sepuluh, limabelas atau serutus tahun lagi.
Bahkan kita tidak mengetahui ke bintang mana harus kita tujukan pesan kita itu, karena kita tidak mengetahui planet mana yang paling banyak menaruh perhatian kepada kita. Di manakah isyarat-isyarat kita itu akan diterima oleh cendekiawan yang serupa dengan manusia? Kita tidak tahu, Namun demikian banyak hal yang memperkuat dugaan kita bahwa informasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan kita ada di bumi kita sendiri. Kita sedang berusaha sekuat tenaga untuk menetralisir daya gravitasi. Kita sedang membuat eksperimen dengan partikelpartikel elementer dan Antimatter. Apakah kita telah cukup banyak berbuat untuk menemukan data yang terpendam dalam bu mi kita, sehingga kita akhirnya dapat menentukan tanah asal kita ? Kalau kita perhatikan segala sesuatu itu dengan sungguh-sungguh, banyak hal yang dulu sulit cocoknya dengan mosaik masa lampau kita itu; sekarang malah menjadi masuk akal.
Bukan saja petunjuk-petunjuk yang relevan dalam naskah-naskah purbakala, melainkan juga “fakta-fakta kuat” yang terdapat di seluruh pelosok bumi membuka dirinya terhadap pandangan kritis. Akhirnya, kita mempunyai alasan untuk berpendapat demikian. Oleh karena itu, wawasan manusia itu akhirnya menyadari bahwa dasar kebenaran eksistensinya sampai sekarang dan segala perjuangannya untuk maju benar-benar harus belajar dari masa silam supaya ia dapat menyiapkan diri untuk mengadakan hubungan dengan eksistensi di ruang angkasa. Sekali hal itu terjadi, maka individualis yang paling cerdik dan paling tangguh harus mengerti bahwa segenap tugas umat manusia itu ialah me nempati alam semesta, dan segenap tugas rokhaniah manusia terletak dalam pengabdian dari seluruh usahanya dan pengalaman praktisnya.
Dengan demikian, janji para “dewa” bahwa damai di bumi dan bahwa jalan ke sorga terbulka, dapat menjadi kenyataan. Apabila wewenang kekuasaan dan intelek yang ada diabdikan kepada penyelidikan ruang angkasa, maka hasil-hasilnya akan membuat kemustahilan perang di bumi menjadi terang. Apabila semua ras, semua orang, semua bangsa bersatu dalam tugas supranasional, yakni untuk membuat perjalanan ke planet-planet yang jauh menjadi teknis yang dapat dilaksanakan, maka bumi ini dengan segala problema-problema mininya akan kembali ke dalam hubungannya yang benar dengan proses-proses kosmis. Para akhli ilmu gaib boleh mematikan lampu gaibnya, para alkemi boleh menghancurkan cawan-cawannya, perhimpunan-perhimpunan persaudaraan rahasia boleh mencopot topitopinya.
Sekarang sudah tidak mungkin lagi untuk mengibuli orang-orang yang sudah bertahun-tahun dibohongi Sekali alam semesta membuka pintunya, kita akan mendapat masa depan yang lebih baik. Saya mendasarkan alasan saya untuk meragukan interpretasi tentang masa silam kita yang jauh pada pengetahuan yang telah ada sekarang. Jika saya mengakui bahwa saya skeptis atau ragu-ragu, maka yang saya maksudkan dengan kata skeptis itu ialah seperti yang diartikan oleh Thomas Mawn dalam ceramahnya pada tahun dua puluhan: “Hal yang positif tentang skeptis ialah, bahwa ia menganggap segala sesuatu mungkin.