1. Fig
Nama lain fig adalah ara atau tin. Buah ini adalah salah satu yang paling sering dikaitkan dengan buah terlarang. Pasalnya, fig banyak tercantum di kitab dan beberapa kebudayaan. Para seniman juga sering menggambarkan daun yang menutupi aurat Adam & Hawa sebagai daun fig. (Fig adalah sumber tanaman yang paling kaya akan kalsium dan serat. Buah ini juga mengandung banyak antioksidan, flavonoid, dan polyphenol.)
2. Anggur
Konon, Hawa memetik buah anggur dan mengambil sarinya. Perasan anggur tersebut memiliki efek seperti wine, bisa membuat mabuk dan lupa diri. Diduga, karena buah inilah pakaian Adam & Hawa terlucuti. (Anggur adalah buah yang kaya resveratrol. Senyawa ini dianggap mampu mencegah kanker, penyakit jantung, dan Alzheimer. Selain itu, anggur juga banyak mengandung vitamin A, C, B kompleks, K, dan karoten.)
3. Tomat
Dalam beberapa bahasa Slavia, tomat disebut 'rajcica' atau 'paradajz', keduanya juga berarti surga (paradise). Sebelum abad ke-17, tomat dianggap beracun di beberapa negara Eropa. Makanya, tomat sering dikait-kaitkan dengan buah terlarang dari surga. (Tomat banyak mengandung lycopene, vitamin A, dan vitamin C. Selain baik bagi kesehatan jantung, tomat juga bisa mencegah kanker prostat.)
4. Apel
Dalam Bahasa Latin, setan dan apel punya kata yang mirip, yaitu 'malum' dan 'malum'. Karenanya, apel sering dikira buah terlarang. Apalagi, dalam Bahasa Inggris jakun laki-laki disebut 'Adam's apple', karena konon si buah terlarang tersangkut di tenggorokan Adam saat ditelan. (Pepatah 'an apple a day keeps the doctor away' menunjukkan kalau buah ini memiliki banyak khasiat bagi kesehatan. Mulai dari kanker usus, prostat, paru-paru, hingga kolesterol dan penyakit jantung bisa dicegah dengan buah yang kaya antioksidan dan serat ini.)
5. Gandum
Meski bukan buah, gandum sering disangkutpautkan dengan buah terlarang di surga. Bisa jadi anggapan ini muncul karena dalam bahasa Ibrani gandum adalah 'khitah', mirip dengan 'khet' yang berarti dosa. Selain itu, konon dulunya gandum setinggi pohon palem dengan biji seukuran ginjal banteng besar. Karena 'buah' terlarangnya dimakan manusia, pohonnya dikutuk menjadi kecil seperti sekarang. (Gandum menjadi bahan dari makanan pokok masyarakat dunia. Ada banyak makanan yang bisa dihasilkan dari biji-bijian ini, di antaranya roti dan pasta. Karena kaya karbohidrat, makanan berbahan gandum dapat menjadi sumber energi untuk beraktivitas.)
Penjelasan Ilmiah :
Mari kita simak informasi Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Thaahaa (20): 121-122: “Maka keduanya memakan dari pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupi dengan daun-daun surga, Dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia. Tuhan memilihnya maka Dia menerima taubatnya Dan memberi petunjuk.”
Buah Khuldi dianggap sebagai biang keladi turunya Adam dan Hawa dari surga. Seandainya, Adam dan Hawa tak makan buah khuldi, niscaya mereka tidak akan diusir dari surga. Dan kita, semua keturunan adam, masih tetap tinggal di surga dengan segala kenikmatannya. Sampai kini.
Begitulah keyakinan sebagian besar kita tentang peristiwa di sekitar turunya Adam dan Hawa dari surga, Setan menggunakan buah khuldi itu menyesatkan Adam dan Hawa, agar membangkang perintah Allah SWT.
Ada beberapa kontroversi yang muncul diseputar turunya Adam dan Hawa dari surga itu. Diantaranya, adalah tentang buah khuldi yang ternyata tidak disebut secara eksplisit oleh Allah. Allah hanya menyebut pohon tersebut secara sepintas selalu, tanpa menyebut nama. Nama ‘buah khuldi’ justru muncul dari istilah setan ketika merayu Adam dan Hawa untuk memakannya. Itu pun tidakn secara eksplisit menyebut buah. Mealinkan menyebut syajaratul khuldi alias ‘pohon keabadian’.
Demikian ulasan Agus Mustofa dalam bukunya: Adam Tak Diusir dari Surga. Pohon keabadian itulah yang memunculkan istilah buah khuldi. Padahal, kata ‘buah’ pun secara eksplisit tidak disebut dalam Al-Qur’an. Allah hanya mengatakan, Adam dan Hawa memakan bagian dari pohon itu. Cuma karena kebiasaannya yang dimakan adalah buah, maka kebanyakan kita mempersepsikan sebagai buah khuldi. Di kalangan kawan-kawan yang beragama Nasrani digambarkan sebagai buah Apel.
Sebenarnya kalau kita cermati substansinya ayat-ayat yang terkait dengan pohon khuldi, bentuk fisiknya tidaklah menjadi masalah penting. Yang lebih penting adalah ‘larangan’ Allah untuk mendekati pohon itu. Terbukti, Allah tidak menyebut nama pohon, kecuali hanya menyinggung sepintas dengan sebutan ‘pohon ini’ (haadzihis syajarat). Dan bukan hanya sekali, melainkan beberapa kali. Termasuk setan pun hanya menyebut dengan ‘pohon ini’.
Munculnya istilah pohon khuldi itu, sekali lagi, karena kita sendiri yang menamakannya. Berdasarkan ‘rayuan setan’ kepada Adam. Yang menarik, larangan Allah kepada Adam untuk mendekati pohon itu adalah karena Allah tidak menginginkan Adam menjadi orang yang zalim.
Jadi, kunci pemahaman atas pohon khuldi itu sebenarnya adalah kata ‘zalim’. Bahwa, jika Adam dan Hawa mendekati atau apalagi memakannya, mereka bakal menjadi orang yang zalim. Dengan kata lain agar kita bisa memahami substansi pohon larangan itu, kita harus memahami makna kata zalim.
Kata zalim di dalam Al-Qur’an diulang-ulang oleh Allah dalam ratusan ayat. Tak kurang dari 200 ayat, dengan segala variasinya. Makna yang paling dominan adalah ‘melanggar perintah Allah’, kemudian diikuti dengan arti yang hamper sama seperti ‘menyekutukan Allah’, mengikuti yang selain Allah. Berbuat tanpa petunjuk Allah, kemudian diikuti dengan arti yang hampir sama seperti ‘menyekutukan Allah’, ‘mengikuti yang selain Allah’. ‘Berbuat tanpa petunjuk Allah’, ‘menentang himbauan Allah’, ‘mendustakan allah’, dan sebagainya.
Di ayat lain lagi Allah memberikan gambaran bahwa orang-orang zalim itu adalah mereka yang mengikuti hawa nafsunya tanpa memiliki ilmu pengetahuan tentangnya. Mereka adalah termasuk orang-orang yang tersesat dan tidak memperoleh petunjuk dari Allah.
Jadi substansi pohon larangan itu sebenarnya adalah uji ketaatan Adam dan Hawa. Fisik benda yang dilarang tidaklah menjadi hal penting, sebagimana tersirat dari cara Allah bercerita, yang tanpa menyinggung langsung materinya. Yang lebih penting adalah bahwa Allah menguji dengannya, apakah Adam dan Hawa termasuk orang-orang yang taat kepadaNya.
Ketika Adam dan Hawa diperintahkan untuk tinggal di surga, Allah memberikan fasilitas kenikmatan sesuai dengan kebutuhan dasar hidup mereka. Yaitu makanan, minuman dan pasangan hidup. Sambil, Allah menguji mereka apakah fasilitas kehidupan surga itu membuat mereka lupa atau tidak. Allah hanya memberikan satu larangan saja, yang disimbolkan sebagai ‘pohon’.
Pohon itu menyimpulkan dua hal sekaligus. Yaitu makanan dan aurat. Karena itu perintah-Nya dikaitkan dengan kedua hal sekaligus. Awalnya, Allah mengatakan Adam dan Hawa boleh memakan apa saja yang ada di dalam surga, kecuali pohon itu. Allah memberikan gambaran tidak langsung bahwa larangan itu berkaitan dengan makanan.
Dan pada cerita selanjutnya, dikatakan bahwa memakan sebagian pohon itu bisa menyebabkan auratnya terbuka. Menyiratkan, bahwa pohon itu tidak hanya mewakili larangan terhadap makanan, melainkan juga simbol hawa nafsu yang tersimpan di dalam diri setiap manusia.
Allah menegaskan bahwa di surga itu Adam dan Hawa tak akan kekurangan apa-apa selama masih berada di dalamnya mereka dijamin tidak akan kekurangan makanan, minuman, atau pun pakaian. Mereka tidak akan telanjang. Juga tidak kepanasan. Artinya dari segi fasilitas, semuanya ada.
Maka, ketika Adam dan Hawa terbuka auratnya karena memakan pohon khuldi, tentu saja itu bukan karena di dalam surga sudah tidak ada fasilitas pakaian. Bukan. Tetapi lebih dikarenakan terjadi ‘transformasi kesadaran’di dalam diri mereka tentang makna aurat.
Sebelum memakan pohon khuldi itu pemahaman mereka tentang aurat tidak sama dengan sesudah memakannya. Karena itu kalimat yang bercerita tentang aurat mereka itu bukan berbunyi “terbukalah” aurat mereka malainkan “tampaklah” begi keduanya aurat-auratnya. Hal ini menujukkan bahwa itu bukan proses fisik belaka, melainkan lebih bersifat transformasi kesadaran akan makna aurat. Tadinya tidak tampak, sekarang menjadi tampak. Adam menjadi ‘melihat’ aurat Hawa. Demikian pula sebaliknya, Hawa menjadi bisa ‘melihat’ aurat Adam. Padahal, tadinya mereka tidak melihatnya sebagai aurat.
Jadi, hal pertama yang perlu dipahami adalah bahwa keterbukanya aurat Adam dan Hawa itu lebih kepada keterbukaan persepsi mereka atas sesuatu yang memalukan, sesuatu yang seharusnya disembunyikan kepada lawan jenisnya. Adam menjadi malu kepada Hawa, dan Hawa demikian pula sebaliknya. Sehingga mereka menutupinya dengan daun-daun surga.
sumber